BAB I
PENDAHULUAN
Bimbingan dan Konseling merupakan kajian yang tidak tanpa pondasi seperti rumah yang harus memiliki pondasi-pondasi kokoh agar tujuan dari pembangunan rumah itu tercapai.Bimbingan dan Konseling sebagai suatu kajian psikologi pendidikan harus dilandasi pondasi-pondasi yang kuat agar tujuan konseling klinis dan konseling berkembang tercapai.Buka saja mencapai tujuan terebut diatas,namun lebih dari ketahanan Bimbingan dan Konseling dalam prosesnya menjalankan tugas-tugas profesi.Sebuah rumah yang kokoh tentu menciptakan kesan nyaman bagi pemiliknya karena mereka merasa pondasi rumah mereka tidak akan membahayakan atau mancelakakan mereka.Bahkan lebih jauh lagi pondasi tersebut akan menimbulkan rasa percaya atau legitimasi bahwa sebuah rumah dapat menghindarkan pemiliknya dari panas,hujan,angin,dan sebagainya,sehingga kualitas hidup mereka lebih baik daripada mereka yang rumahnya tidak memiliki pondasi yang kokoh.Begitu juga Bimbingan danKonseling,sama halnya rumah yang memiliki pondasi yang kokoh,Bimbingan dan Konseling sebagai salah atu program profesi dan kependidikan harus menjawab pertanyaan ilmiah sebagaimana rumah memberikan rasa nyaman pada pemiliknya.Bimbingan dan Konseling seyogyanya dapat menjadi sahabat siswa(Kependidikan) atau seorang konselor yang membuat klien nyaman dalam proses bimbingannya.
2
BAB II
ISI LANDASAN-LANDASAN BIMBINGAN KONSELING
A. Landasan Sosial Budaya
Sebagai makhluk sosial, manusia tidak pernah hidup seorang diri. Dimana pun dan bilamana pun manusia hidup senantiasa membentuk kelompok hidup terdiri dari sejumlah anggota guna menjamin baik keselamatan, perkembangan, maupu keturunan.
1. Individu sebagai Produk Lingkungan Sosial Budaya
Setiap anak, sejak lahirnya harus memenuhi tidak hanya tuntutan biologisnya, tetapi juga tuntutan budaya di tempat seseorang hidup menuntutnya atau menghendaki agar seseorang mengembangkan tingkah lakunya sehingga sesuai dengan pola-pola yang dapat diterima dalam budaya tersebut (McDaniel, 1956). Manusia hidup berpuak-puak, bersuku-suku dan berbangsa-bangsa. Masing-masing puak, suku, dan bangsa memiliki lingkungan social budayanya sendiri ; yang satu berbeda dari yang lainnya. Seluruh pengaruh unsur-unsur social budaya dalam segenap tingkatnya, membentuk unsure-unsur subyektif pada diri individu. Unsur-unsur subjektif meliputi berbagai konsep dan asosiasi, sikap, kepercayaan, penilaian, harapan dan keinginan, ingatan, pendapat tentang perananan, steoreitip, dan nilai. Apabila perbedaan-perbedaan latar belakang sosial budaya tidak dijembatani dapat menghidupkan kecenderungan timbulnya pertentangan dan saling tidak menyukai.
3
2. Bimbingan Konseling Antarbudaya
Komunikasi dan penyesuaian diri antar individu yang berasal dari latar belakang budaya yang sama cenderung lebih mudah daripada antar mereka yang berasal dari latar belakang yang berbeda. Karena inti dari proses pelayanan bimbingan dan konseling adalah komunikasi antara klien dan konselor, maka proses pelayanan bimbingan dan konseling yang bersifat antarbudaya (klien dan konselor berasal dari latar belakang budaya yang berbeda) sangat peka terhadap pengaruh dari sumber-sumber hambatan komunikasi seperti tersebut. Perbedaan dalam latar belakang rasa tau etnik, kelas social ekonomi dan pola bahasa menimbulkan masalah dalam hubungan konseling, dari awal pengembangan hubungan yang akrab dan saling mempercayai (rapport) antara klien dan konselor, penstrukturan suasana konseling, sampai peniadaan sikap menolak dari klien. Menurut Sue dkk (1992) konselor yang diharapkan akan berhasil dalam menyelenggarakan konseling antarbudaya adalah mereka yang telah mengembangkan tiga dimensi kemampuan, yaitu dimensi keyakinan dan sikap, pengetahuan, dan ketrampilan yang sesuai dengan klien antarbudaya yang akan dilayani. Pelayanan terhadap klien-klien yang berlatar belakang budaya berbeda oleh tenaga (konselor) yang tidak memiliki pemahaman dan kamampuan melayani secara khusus klien-klien antarbudaya itu dianggap tidak etis.
Pelayanan bimbingan dan konseling yang bertujuan mengembangkan kemampuan dan meningkatkan mutu kehidupan serta martabat manusia Indonesia harus berakar pada budaya bangsa Indonesia sendiri. Hal ini berarti bahwa penyelenggaraan bimbingan dan konseling harus dilandasi oleh dan mempertimbangkan keanekaragaman social budaya yang hidup
4
dalam masyarakat, disamping kesadaran takan dinamika social budaya itu menuju masyarakat yang lebih maju.
B. Landasan Ilmiah dan Teknologi
Pelayanan bimbingan dan konseling merupakan kegiatan professional yang memiliki dasar-dasar keilmuan, baik yang menyangkut teori-teorinya, pelaksanaan kegiatannya, maupun pengembangan-pengembangan pelayanan itu secara berkelanjutan.
1. Keilmuan Bimbingan dan Konseling
Ilmu, sering disebut juga “ilmu pengetahuan”,merupakan sejumlah pengetahuan yang disusun secara logis dan sistematis. Pengetahuan adalah sesuatu yang diketahui melalui pancaindra dan pengolahan oleh daya pikir. Dengan demikian, ilmu bimbingan dan konseling adalah berbagai pengetahuan tentang bimbingan dan konseling yang tersusun secara logis dan sistematik.Sebagai layaknya ilmu-ilmu yang lain, ilmu bimbingan dan konseling yang mempunyai objek kajiannya sendiri, metode penggalian pengetahuan yang menjadi ruang lingkupnya, dan sistematika pemaparannya.
Objek kajian bimbingan dan konseling ialah upaya bantuan yang diberikan kepada individu yang mengacu kepada keempat fungsi pelayanan yang tersebut terdahulu (fungsi pemahaman, pencegahan, pengentasan,dan pemeliharaan/pengembangan).Segenap hal yang berkenaan dengan upaya bantuan itu (termasuk didalamnya karakteristik individu yang memperoleh layanan, jenis-jenis layanan dan kegiatan, kondisi pelayanan,dan lain-lain) diungkapkan, dipelajari seluk-beluk dan sangkut pautnya, ditelaah latar belakang dan kemungkinan masa depan, dan akhirnya disusun secara logis dan sistematis menjadi paparan ilmu.Cara mengungkapkan pengetahuan tentang bimbingan dan
5
konseling dapat dipergunakan berbagai cara atau metode, seperti pengamatan, wawancara, analisis dokumen (riwayat hidup, laporan perkembangan, himpunan data dan lain-lain), prosedur tes dan inventory, analisis laboratoris. Pelayanan bimbingan dan konseling menekankan pentingnya logika, pemikiran, pertimbangan, dan pengolahan lingkungan secara ilmiah (McDaniel,1956). McDaniel juga mengemukakan bahwa konselor adalah seorang ilmuwan, karena mendasarkan teori, pendekatan, dan tindakan-tindakannya pada kaidah-kaidah keilmuan.
2. Peran Ilmu Lain dan Teknologi dalam Bimbingan dan Konseling
Bimbingan dan konseling, sebagaimana juga pendidikan, merupakan ilmu multireferensial,artinya ilmu dengan rujukan berbagai ilmu yang lain. Sumbangan berbagai ilmu lain itu kepada bimbingan dan konseling tidak hanya terbatas kepada pembentukan dan pengembangan teori-teori bimbingan konseling, melainkan juga kepada praktek pelayanannya.
3. Pengembangan Bimbingan dan Konseling Melalui Penelitian.
Bimbingan dan konseling, baik teori maupun praktek pelayanannya, bersifat dinamis dan berkembang, seiring dengan berkembangnya ilmu-ilmu yang memberikan sumbangan dan seiring pula dengan perkembangan budaya manusia pendukung pelayanan bimbingan konseling. Pengembangan praktek pelayanan bimbingan dan konseling, tidak boleh tidak harus melalui penelitian yang bersifat eksperimen. Dengan demikian melalui pendidikan suatu teori dan praktek bimbingan dan konseling menemukan pembuktian tentang ketepatan dan/atau keefektifan atau keefisienannya di lapangan.
6
C. Landasan Pedagogis
Setiap masyarakat, tanpa terkecuali, senantiasa menyelengggarakan pendidikan dengan berbagai cara dan sarana untuk menjamin kelangsungan hidup mereka. Pendidikan akan ditinjau sebagai landasan bimbingan dan konseling dari tiga segi, yaitu pendidikan sebagai upaya pengembangan manusia dan bimbingan merupakan salah satu bentuk kegiatan pendidikan, pendidikan sebagai inti proses bimbingan dan konseling, dan pendidikan lebih lanjut sebagai inti tujuan pelayanan bimbingan dan konseling.
1) Pendidikan Sebagai Upaya Pengembangan Individu : Bimbingan Merupakan Bentuk Uapaya Pendidikan
Pendidikan ialah upaya memanusiakan manusia. Tanpa pendidikan, bayi manusia yang telah lahir itu tidak akan mampu memperkembangkan dimensi keindividualannya, kesosialannya, kesusilaanya, dan keberagamannya.
Pendidikan dapat diartikan sebagai upaya membudayakan manusia muda. Upaya pembudayaan ini meliputi pada garis besarnya penyiapan manusia muda menguasai alam lingkunganya, memahami dan melaksanakan nilai-nilai dan norma yang berlaku, melakukan peranan yang sesuai, menyelenggarakan kehidupan yang layak, dan meneruskan kehidupan generasi orang tua mereka. Melalui pendidikan manusia muda memperkembangkan diri dan sekaligus mempersiapkan diri dengan potensi yang ada pada diri mereka dan prasarana serta sarana-sarana yang tersedia. Sejalan dengan pandangan tersebut, rakyat dan pemerintah Indonesia, melalui Undang-Undang No. 2/1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional menetapkan pengertian pendidikan sebagai usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan,pengajaran, dan/atau latihan bagi peranannya di masa yang akan datang.
7
Dalam pengertian pendidikan tersebut, secara eksplisit, disebutkan bimbingan sebagai salah satu bentuk upaya pendidikan. Dengan demikian dalam pelayanan bimbingan dan konseling harus terkandung komponen-komponen tersebut, yaitu : Merupakan usaha sadar Menyiapkan peserta didik (dalam hal ini klien) Untuk peranannya di masa yang akan datang (dalam hal ini diwujudkan melalui tujuan-tujuan bimbingan dan konseling yaitu : agar klien-klien lebih mantap dalam keberagamannya, berbudi luhur, berpengetahuan dan berketrampilan yang memadai sesuai dengan kebutuhan kehidupan dan pengembangan dirinya, sehat jasmani dan rohaninya, mandiri serta memiliki tanggung jawab sosial dan kemasyarakatan dan kebangsaan.
2) Pendidikan Sebagai Inti Proses Bimbingan dan Konseling
Ciri yang menandai berlangsungnya upaya pendidikan dalam pelayanan bimbingan dan konseling yaitu peserta didik terlibat di dalamnya menjalani proses belajar, dan kegiatan pembelajaran bersifat normatif. Bimbingan dan konseling mengembangkan proses belajar yang dijalani oleh klien-kliennya, seperti yang ditegaskan oleh Gistod (1953) bahwa bimbingan dan konseling adalah proses orientasi pada belajar, belajar untuk memahami lebih jauh tentang diri sendiri, belajar untuk mengembangkan dan menerapkan secara efektif berbagai pemahaman. Lebih jauh, Nugent (1981) mengemukakan bahwa dalam konseling klien mempelajari ketrampilan dalam pengambilan keputusan, pemecahan masalah,tingkah laku, tindakan,serta sikap-sikap baru. Dengan belajar itulah klien memperoleh berbagai hal yang baru bagi dirinya: dengan memperoleh hal-hal baru itulah klien berkembang.
8
3) Pendidikan Lebih Lanjut Sebagai Inti Tujuan Bimbingan dan Konseling
Pendidikan merupakan upaya berkelanjutan. Apabila suatu kegiatan atau program pendidikan selesai, individu tidak hanya berhenti melainkan maju terus dengan kegiatan dan program pendidikan lainnya. Bimbingan dan konseling mempunyai tujuan khusus (jangka pendek) dan tujuan umum (jangka panjang). Menurut Crow & Crow (1990) menyatakan bahwa tujuan khusus yang segera hendak dicapai (jangka pendek) dalam pelayanan bimbingan dan konseling ialah membantu individu memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya, sedangkan tujuan akhir (jangka panjang) ialah bimbingan-diri sendiri ( bimbingan-bimbingan yang telah diberikan oleh konselor hendaknya dapat mengembangkan kemampuan klien untuk mengatasi masalah-masalahnya sendiri tanpa bantuan pelayanan bimbingan dan konseling lagi. Hasil bimbingan yang mampu membuat individu melakukan bimbingan diri sendiri merupakan modal besar tambahan yang akan lebih memungkinkan kesuksesan pendidikan yang akan dijalani oleh individu itu lebih lanjut lagi. Tujuan bimbingan dan konseling, disamping memperkuat tujuan-tujuan pendidikan, juga menunjang proses pendidikan pada umumnya, karena program-program-program bimbingan dan konseling meliputi aspek-aspek tugas perkembangan individu, khususnya yang menyangkut kawasan kematangan pendidikan karir, kematangan personal dan emosional, serta kematangan sosial.
9
BAB III
PENUTUP
A. Landasan sosial budaya yang mengingatkan bahwa bimbingan dan konseling yang hendak dikembangkan adalah bimbingan adalah bimbingan untuk seluruh rakyat indonesia dengan kebhinekaan budayanya.Oleh sebab itu pelayanan bimbingan seyogianya tidak disamaratakan untuk semua klien dari latar sosial budaya yang berbeda.Bimbingan dan konseling antar budaya yang mengembangkan nilai-nilai,dan aspek-aspek sosial budaya lainnya yang hidup dalam masyarakat bangsa indonesia yang beraneka ragam itu perlu dikembangkan.Sambil tetap mengarahkan perhatian kepada pengembangan kultur kesatuan indonesia, konselor indonesia tetap menghargai dan mempertimbangkan latar belakang sub-kultur klien sebagai suatu yang penting.
B. Landasan ilmiah dan teknologi membicarakan tentang sifat-sifat keilmuan bimbingan dan konseling.Dalam kaitan ini dikemukakan bahwa bimbingan dan konseling adalah suatu ilmu sebagaimana ilmu-ilmu lainnya.Sementara itu,bimbingan dan konseling sebagai ilmu yang multideferensial menerima sumbangan yang besar dari ilmu-ilmu lain dan bidang teknologi.Dengan sumbangan seperti itu bimbingan dan konseling menjadi semakin besar dan kokoh serta selalu dapat mengikuti perkembangan ilmu dan teknologi yang semakin pesat.Disamping itu penelitian dalam bidang bimbingan konseling sendiri memberikan bahan-bahan yang segar bagi perkembangan bimbingan dan konseling yang berkelanjutan.
10
C. Landasan pedagogis mengemukakan bahwa antara pendidikan dan bimbingan memang dapat dibedakan, tetapi tidak dapat dipisahkan.Secara mendasar bimbingan dan konseling merupakan salah satu bentuk pendidikan.Proses bimbingan dan konseling adalah proses pendidikan yang menekankan pada kegiatan belajar dan sifat normatif.Tujuan-tujuan bimbingan dan konseling memperkuat tujuan-tujuan pendidikan dan menunjang program-program pendidikan secara menyeluruh.
11
DAFTAR PUSTAKA
Prayitno&Amti,Erman.2004.Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling.Jakarta : PT.RINEKA CIPTA
BY MUGI LESTARI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar