Rabu, 25 Januari 2012


TUGAS INDIVIDU
NAMA           : MUGI LESTARI
NIM                : 1301409019
JURUSAN     : BIMBINGAN DAN KONSELING

1.      Apa yang dimaksud dengan motivasi, minat, perhatian,dan sikap?
·         motivasi adalah suatu kondisi atau status internal (kadang-kadang diartikan sebagai kebutuhan, keinginan, atau hasrat) yang mengarahkan perilaku seseorang untuk aktif bertindak dalam rangka mencapai suatu tujuan.
·         minat merupakan suatu perhatian khusus terhadap suatu hal tertentu yang tercipta dengan penuh kemauan dan tergantung dari bakat dan lingkungannya. Minat dapat dikatakan sebagai dorongan kuat bagi seseorang untuk melakukan segala sesuatu dalam mewujudkan pencapaian tujuan dan cita-cita yang menjadi keinginannya.
·         perhatian sebagai pemusatan atau konsentrasi dari seluruh aktivitas individu yang ditujukan kepada satu atau sekumpulan objek.
·         sikap merupakan suatu keadaan internal (internal state) yang mempengaruhi pilihan tidakan
individu terhadap beberapa obyek, pribadi, dan peristiwa.

2.      Apa yang mempengaruhi munculnya motivasi, minat, perhatian dan sikap?
Faktor yang mempengaruhi munculnya motivasi :
·         Faktor instrinsik berupa kepribadian, sikap, pengalaman dan pendidikan, atau berbagai harapan, cita-cita yang menjangkau ke masa depan. 
·         Faktor ekstrinsik dapat ditimbulkan oleh berbagai sumber, bisa karena pengaruh pimpinan, kolega atau faktor-faktor lain yang kompleks
Faktor yang mempengaruhi munculnya minat :
·         Faktor dorongan dari dalam yaitu faktor yang berhubungan erat dengan dorongan fisik yang merangsang individu untuk mempertahankan dirinya dari rasa sakit, lapar dan berkaitan dengan kebutuhan fisik lainnya.   
·         Faktor motif sosial yaitu yang dapat meningkatkan minat untuk melakukan aktifitas tertentu demi memenuhi kebutuhan sosial.
·         Faktor emosi yaitu faktor perasaan yang erat hubungannya dengan objek tersebut dan kemudian berhasil dengan sukses akan menimbulkan perasaan senang dan puas.
Faktor yang mempengaruhi munculnya perhatian :
·         Faktor eksternal penarik perhatian. Stimuli diperhatikan karena mempunyai sifat-sifat yang menonjol yaitu :
a.       Gerakan : manusia secara visual tertarik pada objek-objek yang bergerak. Kita tertarik pada display lampu yang berkerlap-kerlip daripada yang bersinar secara monoton
b.      Intensitas stimulus : manusia akan memperhatikan stimuli yang lebih menonjol, lebih besar dan yang lebih kuat.
c.       Kebaruan (novelty) : Hal-hal baru atau diluar kebiasaan akan membuat individu tertarik.
d.      Ulangan dari stimulus : Stimulus yang diulangi akan menarik perhatian dari pada yang tidak. Contoh bunyi klakson yang berulang-ulang akan menarik perhatian
e.       Kontras ; stimulus yang berbeda atau bertentangan dengan stimulus lainnya akan lebih menarik perhatian.
·         Faktor internal penarik perhatian
Perhatian adalah bersifat selektif artinya individu dalam memperhatikan sesuatu berdasar kan juga kehendak yang ada dalam jiwanya.
a.       faktor biologis adalah faktor berkaitan dengan kebutuhan manusia. Dalam keadaan lapar seluruh pikiran manusia akan tertuju pada makanan.
b.   Faktor sosiopsikologis yaitu faktor yang dipengaruhi akan kebiasaan, sikap dan kemauan.
Faktor yang mempengaruhi munculnya sikap :
·         Faktor bawaan berupa bakat
·         Faktor lingkungan pendidikan dan belajar.

3.      Bagaimana proses munculnya motivasi, minat, perhatian dan sikap?
·         Proses munculnya motivasi, motivasi dapat muncul karena adanya dorongan dari dalam maupun dari luar individu.
·         Proses munculnya minat : karena adanya perhatian, daya dorong tiap-tiap individu dan kesenangan. Seseorang memperhatikan sesuatu dan mengamatinya, kemudian timbul dorongan atau keinginanan terhadap sesuatu yang diperhatikan tersebut.
·         Proses munculnya perhatian : terjadi pada seseorang ketika tanpa sengaja melihat suatu objek yang unik, dan tanpa disadari orang itu memperhatikan objek tersebut.
·         Proses munculnya sikap : terjadi saat muncul stimulus dan kemudian seseorang merespons stimulus tersebut.

4.      Peran apa saja yang dapat diberikan oleh kognisi, bakat, emosi dan psikomotor terhadap munculnya perilaku?
Bakat dilihat dengan kebiasaan-kebiasaan yang sering dilakukan. Jadi perilaku yang diperlihatkan merupakan pengaruh dari bakat. Kognisi mempengaruhi perilaku melalui pemikiran-pemikiran yang akan dilakukan. Emosi sangat mempengaruhi sikap, orang yang dapat mengontrol emosinya maka sikapnya pun juga dapat dikendalikan dengan baik, sebaliknya bagi orang yang tidak dapat mengontrol emosinya akan menyulitkan seseorang dalam mengendalikan sikap yang akan terjadi. Sedangkan psikomotor mempengaruhi perubahan sikap.

5.      Deskripsikan dan jelaskan jenis-jenis: motivasi, bakat, dan sikap?
Jenis-jenis motivasi :
·         Motif primer (basic motive dan emergency motive); menunjukkan kepada motif yang tidak pelajari, dikenal dengan istilah drive, seperti : dorongan untuk makan, minum, melarikan diri, menyerang, menyelamatkan diri dan sejenisnya.
·         Motif sekunder; menunjukkan kepada motif yang berkembang dalam individu karena pengalaman dan dipelajari, seperti : takut yang dipelajari, motif-motif sosial (ingin diterima, konformitas dan sebagainya), motif-motif obyektif dan interest (eksplorasi, manipulasi. minat), maksud dan aspirasi serta motif berprestasi.
Jenis-jenis bakat :
  • Kecerdasan Linguistik
Adalah kecerdasan mengelola kata-kata. Kecerdasn ini merupakan kecerdasan para jurnalis, juru cerita, penyair, dan pengacara. Mereka gemar sekali membaca, dapat menulis dengan jelas, dapat mengartikan bahasa tulisan dengan jelas.
  • Kecerdasan Logis-matematis
Adalah kecerdasan dalam hal angka dan logika. Kecerdasan para ilmuwan, akuntan, pemrograman computer.
  • Kecerdasan Spasial
Adalah kecerdasan yang mencakup kemampuan berpikir dalam menggambar, imajinasi, serta kemampuan untuk mengubah, menyerap, dan menciptakan kembali berbagai macam aspek dunia visual-spasial.
  • Kecerdasan Musikal
Adalah kecerdasan yang ditandai dengan kemamapuan untuk menyerap, menghargai, dan menciptakan irama dan melodi. Kecerdasan musical dimiliki oleh orang yang peka nada, dapat menyanyikan lagu dengan tepat dan dapat memainkan jenis-jenis alat musik.
Jenis-jenis sikap :
·         Sikap positif
·         Sikap negatif

6.      Untuk keperluan belajar motivasi jenis apakah yang perlu ditumbuhkembangkan pada siswa?
Motivasi yang perlu ditumbuhkembangkan pada siswa untuk keperluan belajar yaitu motivasi berprestasi.

7.      Cara-cara apa yang dapat digunakan konselor untuk meningkatkan motivasi belajar siswa?
·         Menciptakan harapan untuk sukses dalam diri siswa terhadap target yang diinginkan siswa
·         Memberikan pujian/sanjungan terhadap siswa yang telah mencapai kesuksesan tertentu.
·         Berikan jalan keluar dan contoh langkah, pemecahan dalam bentuk saran jika peserta mengalami kesulitan.

8.      Bolehkah konselor menghapus bakat siswa, berikan penjelasan  jawaban anda!
Konselor tidak boleh menghapus bakat yang ada dalam diri siswa, justru konselor harus membantu mengembangkan bakat dengan memotivasi, dan  mengarahkan untuk mencapai tujuan yang diinginkan.

VISI, MISI, PARADIGMA BIMBINGAN KONSELING, DAN TRILOGI PROFESI


VISI
Visi pelayanan konseling adalah terwujudnya kehidupan kemanusiaan yang membahagiakan melalui tersedianya pelayanan bantuan dalam pemberian dukungan perkembangan dan pengentasan masalah agar peserta didik berkembang secara optimal, mandiri dan bahagia.

MISI
a) Misi pendidikan, yaitu memfasilitasi pengembangan peserta didik melalui pembentukan perilaku efektif-normatif dalam kehidupan keseharian dan masa depan.
b) Misi pengembangan, yaitu memfasilitasi pengembangan potensi dan kompetensi peserta didik di dalam lingkungan sekolah/madrasah, keluarga dan masyarakat.
c) Misi pengentasan masalah, yaitu memfasilitasi pengentasan masalah peserta didik mengacu pada kehidupan efektif sehari-hari.

PARADIGMA
BK merupakan pelayanan psikopaedagogis dalam bingkai budaya Indonesia dan religius

TRILOGI PROFESI PENDIDIK
Di awal abad ke-21 ini dunia pendidikan di Indonesia mulai memasuki era profesional. Hal ini ditandai dengan penegasan bahwa “pendidik merupakan tenaga profesional” (UU No.20 Tahun 2003 Pasal 39 Ayat 2), dan “profesional adalah pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran, atau kecakapan
yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi” (UU No.14 Tahun 2005 Pasal 1 Butir 4).
Untuk menjadi profesional, profesional dalam bidang apapun, seseorang harus menguasai dan memenuhi ketiga komponen trilogi profesi, yaitu (1) komponen dasar keilmuan, (2) komponen substansi profesi, dan (3) komponen praktik profesi, sebagaimana gambar berikut
:
Komponen dasar keilmuan memberikan landasan bagi calon tenaga profesional dalam wawasan, pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap berkenaan dengan profesi yang dimaksud. Komponen substansi profesi membekali calon profesional apa yang menjadi fokus dan objek praktis spesifik pekerjaan profesionalnya. Komponen praktik mengarahkan calon tenaga profesional untuk menyelenggarakan praktik profesinya itu kepada sasaran pelayanan atau pelanggan secara tepat dan berdaya guna. Penguasaan dan penyelenggaraan trilogi profesi secara mantap merupakan jaminan bagi suksesnya penampilan profesi tersebut demi kebahagiaan sasaran pelayanan. Penguasaan ketiga komponen profesi tersebut diperoleh di dalam program pendidikan profesi dan pendidikan akademik yang mendasarinya.
Konselor, yang adalah pendidik (UU No.20 Tahun 2003 Pasal 1 Butir 6) , sebagai tenaga professional dituntut untuk menguasai dan memenuhi trilogi profesi dalam bidang pendidikan, khususnya bidang konseling, yaitu
1. Komponen Dasar Keilmuan : Ilmu Pendidikan
Konselor diwajibkan menguasai ilmu pendidikan sebagai dasar dari keseluruhan kinerja profesionalnya dalam bidang pelayanan konseling, karena konselor digolongkan ke dalam kualifikasi pendidik; dan oleh karenanya pula kualifikasi akademik seorang konselor pertama-tama adalah Sarjana Pendidikan. Atas dasar keilmuan inilah konselor akan menguasai dengan baik kaidah-kaidah keilmuan pendidikan sebagai dasar dalam memahami peserta didik (sebagai sasaran pelayanan konseling) dan memahami seluk beluk proses pembelajaran yang akan dijalani peserta didik melalui modus pelayanan konseling. Dalam hal ini proses konseling tidak lain adalah proses pembelajaran yang dijalani oleh sasaran layanan bersama konselornya. Dalam arti yang demikian pulalah, konselor sebagai pendidik diberi label juga sebagai agen pembelajaran.
2. Komponen Substansi Profesi : Proses pembelajaran terhadap pengembangan diri/ pribadi individu melalui modus pelayanan konseling.
Di atas kaidah-kaidah ilmu pendidikan itu konselor membangun substansi profesi konseling yang meliputi objek praktis spesifik profesi konseling, pendekatan, dan teknologi pelayanan, pengelolaan dan evaluasi, serta kaidah-kaidah pendukung yang diambil dari bidang keilmuan lain. Semua subtansi tersebut menjadi isi dan sekaligus fokus pelayanan konseling. Secara keseluruhan substansi tersebut sebagai modus pelayanan konseling*).
Objek praktis spesifik yang menjadi fokus pelayanan konseling adalah kehidupan efektif sehari-hari (KES). Dalam hal ini, sasaran pelayanan konseling adalah kondisi KES yang dikehendaki untuk dikembangkan dan kondisi kehidupan efektif sehari-hari yang terganggu (KES-T). Dengan
demikian, pelayanan konseling pada dasarnya adalah upaya pelayanan dalam pengembangan KES dan penanganan KES-T.
Berkenaan dengan pendekatan dan teknologi, pengelolaan dan evaluasi pelayan konseling, konselor wajib menguasai berbagai jenis layanan dan kegiatan pendukungnya dengan landasan teori, acuan praksis, standar prosedur operasional (SPO), serta implementasinya dalam praktik konseling. Pendekatan dan teknologi, pengelolaan dan evaluasi pelayanan itu perlu didukung oleh kaidah-kaidah keilmuan dan teknologi seperti psikologi, sosiologi, teknologi- informasi-komunikasi sebagai “alat” untuk lebih menepatgunakan dan mendayagunakan pelayanan konseling.
3. Komponen Praktik Profesi : Penyelenggaraan proses pembelajaran terhadap sasaran pelayanan melalui modus pelayanan konseling.
Praktik pelayanan konseling terhadap sasaran pelayanan merupakan puncak dari keberadaan bidang konseling pada setting tertentu**). Mutu pelayanan konseling diukur dari penampilan paktik pelayanan oleh konselor terhadap sasaran pelayanan. Pada setting satuan pendidikan misalnya, mutu kinerja konselor di sekolah/ madrasah dihitung dari penampilannya dalam praktik pelayanan konseling terhadap siswa yang menjadi tanggung jawabnya.
Penguasaan konselor atas materi ketiga komponen trilogi profesi konseling tersebut diperolah dari studi pada program bidang konseling tingkat sarjana (S-1) ditambah dengan pendidikan profesi konselor (PPK). Seluruh materi tersebut dipadukan dalam bentuk praktik pelayanan konseling melalui persiapan yang matang berupa berbagai program pelayanan sesuai dengan kebutuhan sasaran pelayanan.
By Mugi Lestari

PRINSIP-PRINSIP BIMBINGAN DAN KONSELING

Prinsip merupakan paduan hasil kajian teoretik dan telaah lapangan yang digunakan sebagai pendoman pelaksanaan sesuatu yang dimaksudkan. Dalam pelayanan bimbingan dan konseling prinsip-prinsip yang digunakan bersumber dari kajian filosofis, hasil-hasil penelitian, dan pengalaman praktis tentang hakikat manusia, perkembangan dan kehidupan manusia dalam konteks sosial budayanya, pengertian, tujuan, fungsi, dan proses penyelenggaraan bimbingan dan konseling. Pemahaman konselor terhadap prinsip-prinsip dasar akan dapat menghindarkan konselor dari kesalahan dan penyimpangan-penyimpangan dalam praktik pemberian layanan bimbingan dan konseling. Adapun prinsip-prinsip layanan bimbingan dan konseling, yaitu :

A. Prinsip-Prinsip Bimbingan dan Konseling Berkenaan dengan Klien
Hal yang mendorong dirumuskannya prinsip-prinsip ini merupakan variasi dan keunikan keindividualan, aspek-aspek pribadi dan lingkungan, serta sikap dan tingkah laku dalam perkembangandan kehidupannya. Prinsip-prinsipyang berkenaan dengan klien, yaitu :
1. Bimbingan dan konseling melayani semua individu (klien), tanpa memandang umur, jenis kelamin, suku, bangsa, agama, dan status sosial ekonomi.
2. Bimbingan dan konseling berurusan dengan pribadi dan tingkah laku klien yang terbentuk dari berbagai aspek kepribadian yang kompleks dan unik.
3. Bimbingan dan konseling memperhatikan sepenuhnya tahap dan berbagai aspek perkembangan individunya tahap dan berbagai aspek perkembangan individu.
4. Bimbingandan konseling memberikan perhatian utama terhadap perbedaan individual yang menjadi orientasi pokok pelayanannya.

B. Prinsip-Prinsip Bimbingan dan Konseling Berkenaan dengan Konselor
Konselor melaksanakan pelayanan bimbingan dan konseling dengan mulai memahami tujuan diadakannya pelayanan. Kemudian program bimbingan dan konseling secara teratur dan optimal dengan menggunakan prinsip-prinsip sebagai berikut :
1. Konselor harus mampumengarahkan individu untuk pengembangan individu agar mampu membimbing diri sendiri dalam menghadapi permasalahan.
2. Permasalahan individu harus ditangani oleh tenaga ahli (konselor) dalam bidang yang relevan dengan permasalahan yang dihadapi.
3. Kerjasama antara pembimbing, guru, dan orang tua menentukan hasil pelayananan bimbingan.

C. Prinsip-Prinsip Bimbingan dan Konseling Berkenaan dengan Masalah
Faktor-faktor yang pengaruhnya negatif terhadap perkembangan dan kehidupan individu akan menimbulkan hambatan-hambatan yang akhirnya menimbulkan masalah tertentu pada individu. Prinsip-prinsip yang berkenaan dengan masalah individu, yaitu :
1. Bimbingandan konseling berurusan dengan hal-hal yang menyangkut kondisi mental/fisik individu terhadap penyesuaian dirinya di lingkungannya dan sebaliknya pengaruh lingkungan terhadap kondisi mental dan fisik individu.
2. Kesenjangan sosial, ekonomi, dan kebudayaan merupakan faktor timbulnya masalah pada individu dan hal ini menjadi perhatian utama pelayanan bimbingan.

D. Prinsip-Prinsip Bimbingan dan Konseling Berkenaan dengan Program Layanan
Kegiatan pelayanan bimbingan dan konseling dapat diselenggarakan secara “insidental” maupun terprogram. Prinsip-prinsip berkenaan dengan program layanan bimbingan dan konseling adalah sebagai berikut :
1. Bimbingan dan konseling merupakan bagian integral dari proses pendidikan dan pengembangan individu, karena itu program bimbingan harus disesuaikan dan dipadukan dengan program pendidikan serta pengembangan peserta didik.
2. Program bimbingan dan konseling harus fleksibel disesuaikan dengan kebutuhan individu, masyarakat, dan kondisi lembaga.
3. Program bimbingan dan konseling disusun secara berkesinambungan darri jenjang pendidikan yang terendah sampai yang tinggi.
4. Terhadap isi dan pelaksanaan program bimbingan dan konseling perlu adanya penilaian yang teratur dan terarah.

E. Prinsip-Prinsip Bimbingan dan Konseling di Sekolah
Di sekolah pelayanan bimbingan dan konseling diharapkan dapat tumbuh dan berkembang dengan amat baik mengingat sekolah memilki kondisi dasar yang menuntut adanya pelayanan ini pada kadar yang tinggi. Namun harapan akan tumbuh kembangnya pelayanan bimbingan dan konseling masih tetap berupa harapan, karena keberadaannya di sekolah seperti belum dikehendaki. Dalam kaitan ini, Belkin (1975) menegaskan enam prinsip untuk menegakkan dan menumbuhkembangkan pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah, yaitu :
1. Konselor harus memulai kariernya dengan program kerja yang jelas, dan mamiliki kesiapan yang tinggi untuk melaksanakan program tersebut, serta memberikan kesempatan kepada seluruh personal sekolah dan siswa untuk mengetahui program-program yang hendak dijalankan.
2. Konselor harus selalu bersikap profesional tanpa mengganggu keharmonisan hubungan antara konselor dengan personal sekolah lainnya dan siswa.
3. Konselor bertanggung jawab untuk memahami peranannya sebagai konselor profesional dan menerjemahkannya peranannya itu ke dalam kegiatan nyata.
4. Konselor bertanggungjawab kepada semua siswa.
5. Konselor harus memahami dan mengembangkan kompetensi untuk membantu siswa-siswa yang mengalami masalah dan siswa-siswa yang menderita gangguan emosional.
6. Konselor harus mampu bekerjasama secara efektif dengan kepala sekolah, memberika perhatian yang peka terhadap kebutuhan harapan, dan kecemasan-kecemasannya.


ASAS-ASAS BIMBINGAN DAN KONSELING
Asas-asas bimbingan dan konseling, yaitu ketentuan-ketentuan yang harus diterapkan dalam penyelenggaraan pelayanan bimbingan dan konseling. Apabila asas-asas itu diikuti dan terselenggara dengan baik dapat diharapkan proses pelayanan mengarah pada pencapaian tujuan yang diharapkan. Adapun asas-asas bimbingan dan konseling adalah sebagai berikut :
1. Asas Kerahasiaan
Bagi klien yang bermasalah dan ingin menyelesaikan masalahnya akan sangat membutuhkan bantuan dari orang yang dapat menyimpan kerahasiaan masalah yang dihadapinya. Segala sesuatu yang dibicarakan klien kepada konselor tidak boleh disebarluaskan pada pihak-pihak lain. Jika asas ini benar-benar dilaksanakan oleh konselor, maka konselor dapat kepercayaan dari semua pihak dan mereka akan memanfaatkan jasa bimbingan dan konseling.
2. Asas Kesukarelaan
Untuk mencapai keberhasilan pelayanan bimbingan dan konseling maka proses bimbingan dan konseling harus berlangsung atas dasar sukarela. Klien secara suka dan rela tanpa ada perasaaan terpaksa, maupun menyampaikan masalah yang dihadapinya dengan mengungkapkan secara terbuka hal-hal yang dialaminya. Konselor dapat memberikan bantuan dengan sukarela, tanpa adanya keterpaksaan atau dengan penuh keikhlasan, kapan pun klien membutuhkan konselor, konselor siap.
3. Asas Keterbukaan
Untuk pencapaian tujuan bimbingan dan konseling , sangat diperlukan suasana keterbukaaan antara konselor dengan klien dalam pelaksanaan bimbingan dan konseling. Dari pihak klien diharapkan membuka diri dan mau menerima saran-saran serta masukan dari konselor dalam rangka pemecahan masalahnya. Aplikasinya konselor ada kesediaan untuk menjawab pertanyaan klien dan mau mengungkapkan keadaan dirinya bila dikehendaki klien dengan kata lain tidak ada yang ditutup-tutupi.
4. Asas Kekinian
Masalah klien yang ditangani ialah masalah-masalah yang sedang saat ini dirasakan, dan kemungkinan masalah yang akan dialami pada masa yang akan datang. Untuk mendukung fungsi pencegahan, maka pertanyaan yang perlu dijawab adalah apa yang perlu dilakukan sekarang, sehingga kemungkinan yang kurang baik di masa mendatang dapat dihindari.
5. Asas Kemandirian
Pencapaian tujuan dari pelayanan bimbingan dan konseling bilamana klien dapat berdiri sendiri, tidak bergantung pada oaring lain maupun konselor. Ciri-ciri individu yang setelah dibimbing dan dapat mandiri adalah sebagai berikut :
a. Mengenal diri sendiri dan lingkungan sebagaimana adanya
b. Menerima diri sendiri dan lingkungan secara positif dan dinamis
c. Mengambil keputusan untuk dan oleh diri sendiri.
d. Mengarahkan diri sendiri sesuai dengan keputusan yang diambil
e. Mewujudkan diri secara optimal sesuai dengan potensi, minat, dan kemampuan-kemampuan yang dimilikinya
Kemandirian individu sesuai dengan ciri-ciri di atas haruslah disesuaikan dengan tingkat perkembangan dan peranan individu dalam kehidupannya sehari-hari. Aplikasinya
6. Asas Kegiatan
Asas ini merujuk pada pola konseling “multi dimensional” yang tidak hanya mengandalkan transaksi verbal antara klien dan konselor. Hasil usaha layanan bimbingan dan konseling tidak akan berarti bila klien yang dibimbing tidak melakukan kegiatan dalam mencapai tujuan-tujuan bimbingan.
7. Asas Kedinamisan
Upaya layanan bimbingan dan konseling menghendaki terjadinya perubahan tingkah laku pada diri klien yang dibimbing yaitu perubahan tingkah laku ke arah yang lebih baik atau dengan kata lain perubahan tingkah laku yang selalu menuju suatu pembaharuan, sesuatu yang lebih maju, dinamis sesuai arah perkembangan klien yang dikehendaki.
8. Asas Keterpaduan
Layanan bimbingan dan konseling berupaya memadukan berbagai aspek kepribadian klien yang dibimbing, sebagaimana diketahui bila berbagai aspek tersebut keadaannya tidak serasi dan terpadu akan menimbulkan masalah. Disamping keterpaduan pada diri klien yang dibimbing, juga diperhatikan keterpaduan isi dan proses layanan yang diberikan kepada klien.
9. Asas Kenormatifan
Dalam usaha layanan bimbingan dan konseling baik isi maupun proses penyelenggaraan yang meliputi seluruh isi layanan, prosedur, teknik dan peralatan yang dipakai tidak boleh bertentangan dengan norma-norma yang berlaku seperti norma agama, norma adat, norma hokum, norma ilmu, maupun kebiasaan sehari-hari.
10. Asas Keahlian
Asas keahlian mengacu pada kualifikasi konselor dan pengalaman. Teori dan praktek bimbingan dan konseling perlu dipadukan. Oleh karena itu, maka sebagai konselor ahli harus menguasai teori dan praktek konseling secara benar dan baik. Asas keahlian ini akan menjamin keberhasilan usaha bimbingan dan konseling, dan selanjutnya keberhasilan bimbingan dan konseling akan meningkatkan kepercayaan masyarakat pada bimbingan dan konseling.
11. Asas Alih Tangan
Asas ini mengacu bahwa bila konselor sudah mengerahkan segenap kemampuannya untuk membantu klien tetapi klien belum dapat terbantu sebagaimana yang diharapkan karena masalah yang dialami klien berada di luar kemampuan dan kewenangannya, maka konselor dapat mengalihtangankan klien tersebut kepada petugas atau konselor lainnya yang lebih ahli untuk menangani masalah klien atas persetujuan klien yang dialihtangankan.
12. Asas Tut Wuri Handayani
Asas ini menunjuk pada suasana umum yang hendaknya tercipta dalam rangka hubungan keseluruhan antara konselor dan klien. Asas ini menuntut
agar layanan bimbingan dan konseling tidak hanya dapat dirasakan keberadaanya dan manfaatnya pada waktu klien mengalami masalah dan menghadap konselor, namun juga dapat dirasakan di luar hubungan pada pelaksanaan bimbingan dan konseling.


APLIKASI ASAS-ASAS BIMBINGAN DAN KONSELING
1. Asas Kerahasiaan
Aplikasinya adalah segala sesuatu yang dibicarakan klien kepada konselor tidak boleh disebarluaskan pada pihak-pihak lain.
2. Asas Kesukarelaan
Aplikasinya adalah konselor dapat memberikan bantuan dengan sukarela, tanpa adanya keterpaksaan atau dengan penuh keikhlasan, kapan pun klien membutuhkan konselor, konselor siap.
3. Asas Keterbukaan
Aplikasinya konselor ada kesediaan untuk menjawab pertanyaan klien dan mau mengungkapkan keadaan dirinya bila dikehendaki klien dengan kata lain tidak ada yang ditutup-tutupi.
4. Asas Kekinian
Konselor tidak menunda-nunda pemberian bantuan
5. Asas Kemandirian
Konselor hendaknya berusaha menghidupkan kemandirian pada diri klien, bukan justru menghidupkan ketergantungan klien pada konselor.
6. Asas Kegiatan
Konselor hendaknya membangkitkan semangat klien sehingga klien mau dan mampu melaksanakan kegiatan yang diperlukan dalam penyelesaian masalah yang menjadi pokok pembicaraan dalam konseling.
7. Asas Kedinamisan
Konselor mengarahkan perubahan tingakah laku klien ke arah yang lebih baik.
8. Asas Keterpaduan
Konselor dapat memadukan isi dan proses layanan dengan aspek kepribadian klien.
9. Asas Kenormatifan
Konselor dalam proses layanan tidakbertentangan dengan norma-norma yang berlaku.
10. Asas Keahlian
Konselor menguasai teori dan praktek konseling secara benar dan baik.
11. Asas Alih Tangan
Apabila konselor sudah tidak menangani masalah yang dihadapi klien, lebih baik diserahkan kepada yang lebih ahli.
12. Asas Tut Wuri Handayani
Konselor menjalin hubungan baik dengan klien, atau dengan kata lain kapan pun klien membutuhkan konselor siap.

IMPLIKASI ASAS BIMBINGAN DAN KONSELING
Apabila konselor mengikuti dan menerapkan asas-asas bimbingan dan konseling dalam pelayanan maka pelayanan akan mengarah pada tujuan yang diharapkan.
By: Mugi Lestari

MODEL DAN POLA PELAYANAN
BIMBINGAN DAN KONSELING

A. MODEL-MODEL BIMBINGAN
Istilah model menurut Shertzer dan Stone (1981) yaitu suatu konseptualisasi yang luas, bersifat teoritis namun belum memenuhi semua persyaratan bagi suatu teori ilmiah. Adapun model-model yang dikembangkan oleh orang tertentu untuk menghadapi tantangan yang timbul dalam kehidupan masyarakat dan lingkungan pendidikan sekolah, yaitu :
1. Frank Parsons menciptakan model Vocational Guidance yang menekankan ragam jabatan bimbingan dengan menganalisis diri sendiri, analisis terhadap bidang pekerjaan, serta memadukan keduanya dengan berpikir rasional dan mengutamakan komponen bimbingan pengumpulan data serta wawancara konseling.
2. William M. Proctor, (1925) mengembangkan model bimbingan dengan mengenalkan dua ungsi yaitu fungsi penyaluran dan fungsi penyesuaian menyangkut bantuan yang diberikan kepada siswa.
3. John M. Brewer, (1932) mengembangkan ragam bimbingan seperti bimbingan belajar, bimbingan rekreasi, bimbingan kesehatan, bimbingan moral, dan bimbingan perkembangan.
4. Donal G.Patterson, (1938) dalam konseling yang dikenal dengan metode klinis menekankan perlunya menggunakan teknik-teknik untuk mengenali konseling dengan menggunakan tes psikologis dan studi diagnostik.
5. Wilson Little dan Al Champman, (1995) model yang diungkapkan oleh Wilson dan Champman memanfaatkan bentuk pelayanan individual dan kelompok, mengutamakan sifat bimbingan preventif dan preservatif dan melayani bimbingan belajar, jabatan dan bimbingan pribadi.
6. Kenneth B. Hoyt (1962) mendiskripsikan model bimbingan mencakup sejumlah kegiatan bimbingan dalam rangka melayani kebutuhan siswa di jenjang pendidikan dasar dan menengah.
7. Ruth Strabf, (1964) model yang dikemukakan menekankan bentuk pelayanan individu dan kelompok dan mengutamakan komponen bimbingan pengumpulan dan wawancara konseling.
8. Arthur J. Jones, (1970) model yang dikemukakan menekankan bentuk layanan individu mengutamakan ragam bimbingan belajar serta bimbingan jabatan dan memberi tekanan pada komponen bimbingan penempatan pengumpulan data serta wawancara.
9. Chris D. Kehas, (1970) merumuskan tujuan pendidikan di sekolah memberikan tekanan pada perkembangan kepribadian peserta didik, namun realitanya hanya aspek intelektual yang diperhatikan, dengan kata lain tenaga bimbingan hanya berfungsi meningkatkan efektivitas proses belajar mengajar di kelas.
10. Ralp Moser dan Norman A. Srinthall, (1971) mengemukakan bahwa pelayanan bimbingan tidak hanya dibatasi pada mereka saat menghadapi konselor sekolah, tetapi sampai pada semua siswa yang mengikuti pendidikan psikologis agar menunjang perkembangan kepribadian para siswa dengan mengutamakan belajar dinamika-efektif yang menyangkut perkembangan nilai-nilai hidup serta sikap-sikap.
11. Julius Menacker,(1976) model ini menekankan usaha mengadakan perubahan dalam lingkungan hidup yang menghambat perkembangan yang optimal bagi siswa.
B. POLA-POLA DASAR PELAKSANAAN BIMBINGAN DAN KONSELING
Menurut hasil analisis Edward C. Glanz (1964) dalam sejarah perkembangan pelayanan bimbingan di institusi pendidikan muncul empat pola dasar yaitu :
1. Pola Generalis, bahwa corak pendidikan dalam suatu institusi pendidikan berpengaruh terhadap kuantitas usaha belajar siswa, dan seluruh staf pendidik dapat menyumbang pada perkembangan kepribadian masing-masing siswa.
2. Pola Spesialis, bahwa pelayanan bimbingan di institusi pendidikan harus ditangani oleh ahli-ahli bimbingan yang masing-masing berkemampuan khusus dalam cara pelayanan bimbingan tertentu, seperti bimbingan karir,bimbinan konseling.
3. Pola Kurikuler, bahwa kegiatan bimbingan di institusi pendidikan diusulkan dalam kurikulum pengajaran dalam bentuk pengajaran khusus dalam rangka suatu kursus bimbingan. Pola ini mempunyai segi positif yaitu terlibat hubungan langsung dalam seluk beluk pengajaran, sedangkan segi negatifnya adalah kemajuan dalam pemahaman diri dan perkembangan kepribadian tidak dapat diukur melalui suatu tes hasil belajar.
4. Pola Relasi-Relasi Manusia dan Kesehatan Mental, bahwa orang akan hidup lebih bahagia bila menjaga kesehatan mentalnya dan membina hubungan baik dengan orang lain.


ORGANISASI BIMBINGAN DAN KONSELING
A. STRUKTUR ORGANISASI BIMBINGAN DAN KONSELING
Keterangan :
a. Unsur Kan Depdiknas, adalah personil yang bertugas melakukan pengawasan dan pembinaan terhadap penyelenggaraan pelayanan bimbingan dan konseling di sekola.
b. Kepala Sekolah ( bersama Wakil Kepala Sekolah ), adalah penganggung jawab pendidikan pada satuan pendidikan (SLTP, SMA, SMK) secara keseluruhan, termasuk penanggung jawab dalam membuat kebijakan pelaksanaan pelayanan bimbingan dan konseling.
c. Koordinator Bimbingan dan Konseling (bersama guru pembimbing/konselor sekolah), adalah pelaksana utama pelayanan bimbingan dan konseling.
d. Guru ( Mata Pelajaran atau Praktik), adalah pelaksana pengajaran dan praktik/latihan.
e. Wali Kelas, adalah guru yang ditugasi secara khusus untuk mengurusi pembinaan dan administrasi (seperti nilai rapor, kenaikan kelas, kehadiran siswa) satu kelas tertentu.
f. Siswa, adalah peserta didik yang menerima pelayanan pengajaran, praktik/latihan, dan bimbingan di SLTP, SMA, SMK.
g. Tata Usaha, adalah pembantu kepala sekolah dalam penyelenggaraan administrasi dan ketatausahaan.
h. Komite Sekolah, adalah organisasi yang terdiri dari unsure sekolah, orang tua dan tokoh masyarakat, yang berperan membantu penyelenggaraan satuan pendidikan yang bersangkutan.
B. PERAN PERSONIL BIMBINGAN DAN KONSELING
Bimbingan dan konseling di sekolah oleh banyak pakar dikatakan dengan team work (Shetzer dan Stone,1985) tidak hanya oleh guru pembimbing atau konselor di bawah koordinasi seorang koordinator bimbingan dan konseling dalam penyelenggaraannya mau tidak mau akan melibatkan personil sekolah lainnya(kepala sekolah, wakil kepala sekolah, guru, wali kelas, staf administrasi) agar lebih berperan sesuai batas-batas kewenangan dan tanggung jawabnya. Adapun peran personil sekolah yaitu :
1. Kepala Sekolah
Sebagai penanggung jawab kegiatan pendidikan di sekolah, peran kepala sekolah yaitu:
a. Mengkoordinasikan seluruh kegiatan pendidikan, yang meliputi kegiatan pengajaran, pelatihan, dan bimbingan dan konseling di sekolah.
b. Menyediakan dan melengkapi sarana dan prasarana yang diperlukan dalam kegiatan bimbingan dan konseling di sekolah.
c. Memberikan kemudahan bagi terlaksananya program kegiatan bimbingan dan konseling di sekolah.
d. Melakukan supervisi terhadap pelaksanaan bimbingan dan konseling di sekolah.
e. Menetapkan koordinator guru pembimbing yang bertanggung jawab atas koordinasi pelaksanaan bimbingan dan konseling di sekolah berdasarkan kesepakatan bersama guru pembimbing (konselor).
f. Membuat surat tugas pembimbing dalam proses bimbingan dan konseling pada tiap awal semester.
g. Menyiapkan surat pernyataan melakukan kegiatan bimbingan dan konsleing sebagai bahan usulan angka kredit bagi guru pembimbing (konselor).
h. Mengadakn kerjasama dengan instansi lain yang terkait dengan pelaksanaan kegiatan bimbingan dan konseling.
i. Melaksanakan layanan bimbingan dan konseling terhadap minimal 40 siswa bagi kepala sekolah yang berlatar belakang pendidikan bimbingan dan konseling.
2. Wakil Kepala Sekolah
Wakil kepala sekolah bertugas membantu kepala sekolah dalam hal:
a. Mengkoordinasikan pelaksanaan pelayanan bimbingan dan konseling kepada semua personil sekolah
b. Melaksanakan kebijakan pimpinan sekolah terutama dalam pelaksanaan bimbingan dan konseling.
c. Melaksanakan bimbingan dan konseling terhadap minimal 75 siswa, bagi wakil kepala sekolah yang berlatar belakang pendidikan bimbingan dan konseling.
3. Koordinator Guru Pembimbing (Konselor)
Peran coordinator bimbingan dan konseling adalah sebagaiberikut:
a. Mengkoordinasikan para guru pembimbing (konselor) dalam:
 Memasyarakatkan pelayanan bimbingan dan konseling.
 Menyusun program
 Melaksanakan program
 Mengadministrasikan kegiatan bimbingan dan konseling
 Menilai program
 Mengadakan tindak lanjut
b. Membuat usulan kepada kepala sekolah dan mengusahakan terpenuhinya,tenaga, sarana dan prasarana.
c. Mempertangggungjawabkan pelaksanaan kegiatan bimbingan dan konseling kepada kepala sekolah.
4. Guru Pembimbing (Konselor)
Adapun peran guru pembimbing atau konselor :
a. Memasyarakatkan kegiatan bimbingandan konseling
b. Merencanakan program bimbingan dan konsleing
c. Melaksanakan persiapan kegiatan bimbingan dan konseling
d. Melaksanakan layanan pada berbagai bidang bimbingan terhadap sejumlah siswa yang menjadi tanggung jawabnya
e. Melaksanakan kegiatan pendukung layanan bimbingan dan konseling
f. Mengevaluasi proses dan hasil kegiatan layanan bimbingan dan konseling
g. Menganalisis hasil evaluasi
h. Melaksanakan tindak lanjut berdasarkan hasil analisis evaluasi
i. Mengadministrasikan kegiatan bimbingan dan konseling
j. Mempertanggungjawabkan tugas dan kegiatan kepada koordinator guru pembimbing.
5. Guru Mata Pelajaran
Guru mata pelajaran berperan dalam:
a. Membantu memasyarakatkan layanan bimbingan dan konseling kepada siswa.
b. Melakukan kerjasama dengan guru pembimbing dalam mengidentifikasi siswa yang memerlukan layanan bimbingan dan konseling
c. Mengalihtangankan siswa yang memerlukan bimbingan kepada guru pembimbing
d. Mengadakan upaya tindak lanjut layanan bimbingan (program perbaikan dan program pengayaan).
e. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk memperoleh layanan bimbingan dan konseling dari guru pembimbing.
f. Membantu mengumpulkan informasi yang diperlukan dalam rangka penilaian layanan bimbingan.
g. Ikut serta dalam program layanan bimbingan.
h. Berpartisipasi dalam kegiatan pendukung seperti konferensi kasus.
i. Berpartisipasi dalam upaya pencegahan munculnya masalah siswa dalam pengembangan potensi.
6. Wali Kelas
Wali kelas mempunyai peran :
a. Membantu guru pembimbing melaksanakan layanan yang menjadi tanggungjawabnya.
b. Membantu memberikan kesempatan dan kemudahan bagi siswa untuk mengikuti layanan bimbingan.
c. Memberikan informasi tentang siswa di kelas yang menjadi tanggungjawabnya untuk memperoleh layanan bimbingan.
d. Menginformasikan kepada guru mata pelajaran tentang siswa yang perlu diperhatikan khusus.
e. Ikut serta dalam konferensi kasus.
7. Staf Tata Usaha/Administrasi
Staf tata usaha mempunyai peran sebagai berikut :
a. Membantu guru pembimbing dan koordinator dalam mengadministrasikan seluruh kegiatan bimbingan dan konseling di sekolah.
b. Membantu mempersiapkan seluruh kegiatan bimbingan dan konseling.
c. Membantu menyiapkan sarana yang diperlukan dalam layanan bimbingan dan konseling.
d. Membantu melengkapi dokumen tentang siswa seperti catatan kumulatif siswa.


By Mugi Lestari

BAB I 
PENDAHULUAN

Bimbingan dan Konseling merupakan kajian yang tidak tanpa pondasi seperti rumah yang harus memiliki pondasi-pondasi kokoh agar tujuan dari pembangunan rumah itu tercapai.Bimbingan dan Konseling sebagai suatu kajian psikologi pendidikan harus dilandasi pondasi-pondasi yang kuat agar tujuan konseling klinis dan konseling berkembang tercapai.Buka saja mencapai tujuan terebut diatas,namun lebih dari ketahanan Bimbingan dan Konseling dalam prosesnya menjalankan tugas-tugas profesi.Sebuah rumah yang kokoh tentu menciptakan kesan nyaman bagi pemiliknya karena mereka merasa pondasi rumah mereka tidak akan membahayakan atau mancelakakan mereka.Bahkan lebih jauh lagi pondasi tersebut akan menimbulkan rasa percaya atau legitimasi bahwa sebuah rumah dapat menghindarkan pemiliknya dari panas,hujan,angin,dan sebagainya,sehingga kualitas hidup mereka lebih baik daripada mereka yang rumahnya tidak memiliki pondasi yang kokoh.Begitu juga Bimbingan danKonseling,sama halnya rumah yang memiliki pondasi yang kokoh,Bimbingan dan Konseling sebagai salah atu program profesi dan kependidikan harus menjawab pertanyaan ilmiah sebagaimana rumah memberikan rasa nyaman pada pemiliknya.Bimbingan dan Konseling seyogyanya dapat menjadi sahabat siswa(Kependidikan) atau seorang konselor yang membuat klien nyaman dalam proses bimbingannya.
2

BAB II
 ISI LANDASAN-LANDASAN BIMBINGAN KONSELING

A. Landasan Sosial Budaya
Sebagai makhluk sosial, manusia tidak pernah hidup seorang diri. Dimana pun dan bilamana pun manusia hidup senantiasa membentuk kelompok hidup terdiri dari sejumlah anggota guna menjamin baik keselamatan, perkembangan, maupu keturunan.
1. Individu sebagai Produk Lingkungan Sosial Budaya
Setiap anak, sejak lahirnya harus memenuhi tidak hanya tuntutan biologisnya, tetapi juga tuntutan budaya di tempat seseorang hidup menuntutnya atau menghendaki agar seseorang mengembangkan tingkah lakunya sehingga sesuai dengan pola-pola yang dapat diterima dalam budaya tersebut (McDaniel, 1956). Manusia hidup berpuak-puak, bersuku-suku dan berbangsa-bangsa. Masing-masing puak, suku, dan bangsa memiliki lingkungan social budayanya sendiri ; yang satu berbeda dari yang lainnya. Seluruh pengaruh unsur-unsur social budaya dalam segenap tingkatnya, membentuk unsure-unsur subyektif pada diri individu. Unsur-unsur subjektif meliputi berbagai konsep dan asosiasi, sikap, kepercayaan, penilaian, harapan dan keinginan, ingatan, pendapat tentang perananan, steoreitip, dan nilai. Apabila perbedaan-perbedaan latar belakang sosial budaya tidak dijembatani dapat menghidupkan kecenderungan timbulnya pertentangan dan saling tidak menyukai.
3
2. Bimbingan Konseling Antarbudaya
Komunikasi dan penyesuaian diri antar individu yang berasal dari latar belakang budaya yang sama cenderung lebih mudah daripada antar mereka yang berasal dari latar belakang yang berbeda. Karena inti dari proses pelayanan bimbingan dan konseling adalah komunikasi antara klien dan konselor, maka proses pelayanan bimbingan dan konseling yang bersifat antarbudaya (klien dan konselor berasal dari latar belakang budaya yang berbeda) sangat peka terhadap pengaruh dari sumber-sumber hambatan komunikasi seperti tersebut. Perbedaan dalam latar belakang rasa tau etnik, kelas social ekonomi dan pola bahasa menimbulkan masalah dalam hubungan konseling, dari awal pengembangan hubungan yang akrab dan saling mempercayai (rapport) antara klien dan konselor, penstrukturan suasana konseling, sampai peniadaan sikap menolak dari klien. Menurut Sue dkk (1992) konselor yang diharapkan akan berhasil dalam menyelenggarakan konseling antarbudaya adalah mereka yang telah mengembangkan tiga dimensi kemampuan, yaitu dimensi keyakinan dan sikap, pengetahuan, dan ketrampilan yang sesuai dengan klien antarbudaya yang akan dilayani. Pelayanan terhadap klien-klien yang berlatar belakang budaya berbeda oleh tenaga (konselor) yang tidak memiliki pemahaman dan kamampuan melayani secara khusus klien-klien antarbudaya itu dianggap tidak etis.
Pelayanan bimbingan dan konseling yang bertujuan mengembangkan kemampuan dan meningkatkan mutu kehidupan serta martabat manusia Indonesia harus berakar pada budaya bangsa Indonesia sendiri. Hal ini berarti bahwa penyelenggaraan bimbingan dan konseling harus dilandasi oleh dan mempertimbangkan keanekaragaman social budaya yang hidup
4
dalam masyarakat, disamping kesadaran takan dinamika social budaya itu menuju masyarakat yang lebih maju.
B. Landasan Ilmiah dan Teknologi
Pelayanan bimbingan dan konseling merupakan kegiatan professional yang memiliki dasar-dasar keilmuan, baik yang menyangkut teori-teorinya, pelaksanaan kegiatannya, maupun pengembangan-pengembangan pelayanan itu secara berkelanjutan.
1. Keilmuan Bimbingan dan Konseling
Ilmu, sering disebut juga “ilmu pengetahuan”,merupakan sejumlah pengetahuan yang disusun secara logis dan sistematis. Pengetahuan adalah sesuatu yang diketahui melalui pancaindra dan pengolahan oleh daya pikir. Dengan demikian, ilmu bimbingan dan konseling adalah berbagai pengetahuan tentang bimbingan dan konseling yang tersusun secara logis dan sistematik.Sebagai layaknya ilmu-ilmu yang lain, ilmu bimbingan dan konseling yang mempunyai objek kajiannya sendiri, metode penggalian pengetahuan yang menjadi ruang lingkupnya, dan sistematika pemaparannya.
Objek kajian bimbingan dan konseling ialah upaya bantuan yang diberikan kepada individu yang mengacu kepada keempat fungsi pelayanan yang tersebut terdahulu (fungsi pemahaman, pencegahan, pengentasan,dan pemeliharaan/pengembangan).Segenap hal yang berkenaan dengan upaya bantuan itu (termasuk didalamnya karakteristik individu yang memperoleh layanan, jenis-jenis layanan dan kegiatan, kondisi pelayanan,dan lain-lain) diungkapkan, dipelajari seluk-beluk dan sangkut pautnya, ditelaah latar belakang dan kemungkinan masa depan, dan akhirnya disusun secara logis dan sistematis menjadi paparan ilmu.Cara mengungkapkan pengetahuan tentang bimbingan dan
5
konseling dapat dipergunakan berbagai cara atau metode, seperti pengamatan, wawancara, analisis dokumen (riwayat hidup, laporan perkembangan, himpunan data dan lain-lain), prosedur tes dan inventory, analisis laboratoris. Pelayanan bimbingan dan konseling menekankan pentingnya logika, pemikiran, pertimbangan, dan pengolahan lingkungan secara ilmiah (McDaniel,1956). McDaniel juga mengemukakan bahwa konselor adalah seorang ilmuwan, karena mendasarkan teori, pendekatan, dan tindakan-tindakannya pada kaidah-kaidah keilmuan.
2. Peran Ilmu Lain dan Teknologi dalam Bimbingan dan Konseling
Bimbingan dan konseling, sebagaimana juga pendidikan, merupakan ilmu multireferensial,artinya ilmu dengan rujukan berbagai ilmu yang lain. Sumbangan berbagai ilmu lain itu kepada bimbingan dan konseling tidak hanya terbatas kepada pembentukan dan pengembangan teori-teori bimbingan konseling, melainkan juga kepada praktek pelayanannya.
3. Pengembangan Bimbingan dan Konseling Melalui Penelitian.
Bimbingan dan konseling, baik teori maupun praktek pelayanannya, bersifat dinamis dan berkembang, seiring dengan berkembangnya ilmu-ilmu yang memberikan sumbangan dan seiring pula dengan perkembangan budaya manusia pendukung pelayanan bimbingan konseling. Pengembangan praktek pelayanan bimbingan dan konseling, tidak boleh tidak harus melalui penelitian yang bersifat eksperimen. Dengan demikian melalui pendidikan suatu teori dan praktek bimbingan dan konseling menemukan pembuktian tentang ketepatan dan/atau keefektifan atau keefisienannya di lapangan.
6
C. Landasan Pedagogis
Setiap masyarakat, tanpa terkecuali, senantiasa menyelengggarakan pendidikan dengan berbagai cara dan sarana untuk menjamin kelangsungan hidup mereka. Pendidikan akan ditinjau sebagai landasan bimbingan dan konseling dari tiga segi, yaitu pendidikan sebagai upaya pengembangan manusia dan bimbingan merupakan salah satu bentuk kegiatan pendidikan, pendidikan sebagai inti proses bimbingan dan konseling, dan pendidikan lebih lanjut sebagai inti tujuan pelayanan bimbingan dan konseling.
1) Pendidikan Sebagai Upaya Pengembangan Individu : Bimbingan Merupakan Bentuk Uapaya Pendidikan
Pendidikan ialah upaya memanusiakan manusia. Tanpa pendidikan, bayi manusia yang telah lahir itu tidak akan mampu memperkembangkan dimensi keindividualannya, kesosialannya, kesusilaanya, dan keberagamannya.
Pendidikan dapat diartikan sebagai upaya membudayakan manusia muda. Upaya pembudayaan ini meliputi pada garis besarnya penyiapan manusia muda menguasai alam lingkunganya, memahami dan melaksanakan nilai-nilai dan norma yang berlaku, melakukan peranan yang sesuai, menyelenggarakan kehidupan yang layak, dan meneruskan kehidupan generasi orang tua mereka. Melalui pendidikan manusia muda memperkembangkan diri dan sekaligus mempersiapkan diri dengan potensi yang ada pada diri mereka dan prasarana serta sarana-sarana yang tersedia. Sejalan dengan pandangan tersebut, rakyat dan pemerintah Indonesia, melalui Undang-Undang No. 2/1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional menetapkan pengertian pendidikan sebagai usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan,pengajaran, dan/atau latihan bagi peranannya di masa yang akan datang.
7
Dalam pengertian pendidikan tersebut, secara eksplisit, disebutkan bimbingan sebagai salah satu bentuk upaya pendidikan. Dengan demikian dalam pelayanan bimbingan dan konseling harus terkandung komponen-komponen tersebut, yaitu : Merupakan usaha sadar Menyiapkan peserta didik (dalam hal ini klien) Untuk peranannya di masa yang akan datang (dalam hal ini diwujudkan melalui tujuan-tujuan bimbingan dan konseling yaitu : agar klien-klien lebih mantap dalam keberagamannya, berbudi luhur, berpengetahuan dan berketrampilan yang memadai sesuai dengan kebutuhan kehidupan dan pengembangan dirinya, sehat jasmani dan rohaninya, mandiri serta memiliki tanggung jawab sosial dan kemasyarakatan dan kebangsaan.
2) Pendidikan Sebagai Inti Proses Bimbingan dan Konseling
Ciri yang menandai berlangsungnya upaya pendidikan dalam pelayanan bimbingan dan konseling yaitu peserta didik terlibat di dalamnya menjalani proses belajar, dan kegiatan pembelajaran bersifat normatif. Bimbingan dan konseling mengembangkan proses belajar yang dijalani oleh klien-kliennya, seperti yang ditegaskan oleh Gistod (1953) bahwa bimbingan dan konseling adalah proses orientasi pada belajar, belajar untuk memahami lebih jauh tentang diri sendiri, belajar untuk mengembangkan dan menerapkan secara efektif berbagai pemahaman. Lebih jauh, Nugent (1981) mengemukakan bahwa dalam konseling klien mempelajari ketrampilan dalam pengambilan keputusan, pemecahan masalah,tingkah laku, tindakan,serta sikap-sikap baru. Dengan belajar itulah klien memperoleh berbagai hal yang baru bagi dirinya: dengan memperoleh hal-hal baru itulah klien berkembang.
8
3) Pendidikan Lebih Lanjut Sebagai Inti Tujuan Bimbingan dan Konseling
Pendidikan merupakan upaya berkelanjutan. Apabila suatu kegiatan atau program pendidikan selesai, individu tidak hanya berhenti melainkan maju terus dengan kegiatan dan program pendidikan lainnya. Bimbingan dan konseling mempunyai tujuan khusus (jangka pendek) dan tujuan umum (jangka panjang). Menurut Crow & Crow (1990) menyatakan bahwa tujuan khusus yang segera hendak dicapai (jangka pendek) dalam pelayanan bimbingan dan konseling ialah membantu individu memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya, sedangkan tujuan akhir (jangka panjang) ialah bimbingan-diri sendiri ( bimbingan-bimbingan yang telah diberikan oleh konselor hendaknya dapat mengembangkan kemampuan klien untuk mengatasi masalah-masalahnya sendiri tanpa bantuan pelayanan bimbingan dan konseling lagi. Hasil bimbingan yang mampu membuat individu melakukan bimbingan diri sendiri merupakan modal besar tambahan yang akan lebih memungkinkan kesuksesan pendidikan yang akan dijalani oleh individu itu lebih lanjut lagi. Tujuan bimbingan dan konseling, disamping memperkuat tujuan-tujuan pendidikan, juga menunjang proses pendidikan pada umumnya, karena program-program-program bimbingan dan konseling meliputi aspek-aspek tugas perkembangan individu, khususnya yang menyangkut kawasan kematangan pendidikan karir, kematangan personal dan emosional, serta kematangan sosial.
9

BAB III 
PENUTUP
A. Landasan sosial budaya yang mengingatkan bahwa bimbingan dan konseling yang hendak dikembangkan adalah bimbingan adalah bimbingan untuk seluruh rakyat indonesia dengan kebhinekaan budayanya.Oleh sebab itu pelayanan bimbingan seyogianya tidak disamaratakan untuk semua klien dari latar sosial budaya yang berbeda.Bimbingan dan konseling antar budaya yang mengembangkan nilai-nilai,dan aspek-aspek sosial budaya lainnya yang hidup dalam masyarakat bangsa indonesia yang beraneka ragam itu perlu dikembangkan.Sambil tetap mengarahkan perhatian kepada pengembangan kultur kesatuan indonesia, konselor indonesia tetap menghargai dan mempertimbangkan latar belakang sub-kultur klien sebagai suatu yang penting.
B. Landasan ilmiah dan teknologi membicarakan tentang sifat-sifat keilmuan bimbingan dan konseling.Dalam kaitan ini dikemukakan bahwa bimbingan dan konseling adalah suatu ilmu sebagaimana ilmu-ilmu lainnya.Sementara itu,bimbingan dan konseling sebagai ilmu yang multideferensial menerima sumbangan yang besar dari ilmu-ilmu lain dan bidang teknologi.Dengan sumbangan seperti itu bimbingan dan konseling menjadi semakin besar dan kokoh serta selalu dapat mengikuti perkembangan ilmu dan teknologi yang semakin pesat.Disamping itu penelitian dalam bidang bimbingan konseling sendiri memberikan bahan-bahan yang segar bagi perkembangan bimbingan dan konseling yang berkelanjutan.
10
C. Landasan pedagogis mengemukakan bahwa antara pendidikan dan bimbingan memang dapat dibedakan, tetapi tidak dapat dipisahkan.Secara mendasar bimbingan dan konseling merupakan salah satu bentuk pendidikan.Proses bimbingan dan konseling adalah proses pendidikan yang menekankan pada kegiatan belajar dan sifat normatif.Tujuan-tujuan bimbingan dan konseling memperkuat tujuan-tujuan pendidikan dan menunjang program-program pendidikan secara menyeluruh.
11

DAFTAR PUSTAKA 
Prayitno&Amti,Erman.2004.Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling.Jakarta : PT.RINEKA CIPTA 


BY MUGI LESTARI

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Generasi muda merupakan salah satu elemen utama penerus dan regenerasi bangsa. Masa muda adalah proses peralihan masa kanak-kanak menuju masa dewasa, suatu masa yang paling menentukan perkembangan manusia di bidang emosional, moral, spiritual, dan fisik. Pada hakekatnya seseorang yang tengah memasuki tahap remaja memiliki karakteristik mental yang tengah labil. Siswa-siswi Sekolah Menengah Pertama (SMP) maupun yang berada pada tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA), adalah usia di mana seorang individu yang berada dalam masa atau tahap peralihan. Tak jarang ditemui banyak kaum muda kehilangan pegangan dalam usaha menemukan dirinya. Dalam masa ini kaum muda membutuhkan pendampingan yang intensif dari orang yang lain yang lebih dewasa. Oleh karena itu sangat dibutuhkan layanan bimbingan dan konseling, sebagai pedamping siswa agar tidak salah langkah dalam bersikap dan bertingkah laku.
Namun karena ketidaktahuan siswa terhadap layanan bimbingan dan konseling disekolah, menyebabkan terjadinya kesalahpahaman. Misalnya BK hanya dianggap polisi sekolah. Kesalahpahaman itu menyebabkan siswa tidak dekat dengan guru BK. Ketidakdekatan itu membuat siswa yang mempunyai masalah merasa malu dan takut untuk menceritakan masalahnya kepada guru BK seorang diri. Oleh karena itu dengan pengenalan layanan konseling kelompok diharapkan dapat mengurangi rasa malu dan takut itu dapat dihilangkan.
2
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan permasalahan yang ada dalam latar belakang di atas, ada beberapa rumusan masalah yang perlu dikaji lebih dalam, diantaranya:
a. Bagaimana cara membuat guru dan siswa menjadi dekat, yang pada akhirnya dapat membantu siswa dalam penanganan masalah yang dihadapi oleh siswa.
b. Bagaimana cara pengenalan layanan konseling bagi siswa agar lebih tertarik menggunakan layanan ini?
1.3 Tujuan
Dari rumusan masalah di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan dari pembuatan makalah ini adalah:
“Siswa tidak malu dan takut lagi menggunakan layanan konseling yang ada di sekolah, sehingga penanganan permasalahan yang dihadapi oleh siswa dapat teratasi dengan proses yang menyenangkan”
1.4 Manfaat
Makalah yang berjudul “Layanan Konseling Kelompok di Sekolah” diharapkan dapat memenuhi manfaat secara teoritis dan praktis.
1.4.1 Manfaat secara teoritis
Menambah wawasan, pengetahuan tentang upaya meningkatkan penanganan permasalahan siswa melalui pengenalan layanan konseling kelompok
1.4.2 Manfaat secara praktis
Dapat memberikan pemahaman tentang proses konseling kelompok, dan dinamika interaksi sosial yang intensif terjadi dalam suasana kelompok akan meningkatkan kemampuan berkomunikasi dan ketrampilan sosial pada umumnya, meningkatkan kemampuan pengendalian diri, tenggang rasa, serta layanan konseling kelompok dapat merupakan wilayah penjajagan awal bagi siswa untuk memasuki layanan konseling perorangan.
3
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 Pengertian
2.1.1 Pengertian Bimbingan dan Konseling
Bimbingan adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan oleh seorang yang ahli kepada seseorang atau beberapa orang individu, baik anak-anak, remaja, maupun dewasa agar orang yang dibimbing dapat mengembangkan kemampuan dirinya yang ada dan dapat dikembangkan berdasarkan norma-norma yang berlaku (Mugiarso,2009).
Secara etimologis. Istilah konseling berasal dari bahasa Latin, yaitu “consilium” yang berarti “dengan” atau “bersama” yang dirangkai dengan kata “menerima” atau “memahami”. Konseling menurut Mugiarso,dkk (2009 : 5) adalah suatu proses pemberian bantuan yang dilakukan melalui wawancara konseling oleh seorang ahli (yang disebut konselor) kepada individu yang sedang mengalami masalah (disebut klien) yang bermuara pada teratasinya masalah yang dihadapi oleh kllien.
Sedangkan menurut Gladding dalam Lesmana (2005 : 4) “Counseling is a relatively short-term, interpersonal, theory-based, professional activity guided by ethical and legal standarts that focuses on helping persons who are basically psychologically healthy to resolve developmental and situational problems”
Jadi bimbingan dan konseling adalah layanan yang diberikan kepada individu guna membantu memecahkan masalah yang dihadapi sehingga individu dapat mengemnbangkan kemampuan dirinya secara optimal.
4
2.1.2 Pengertian Konseling Kelompok
Menurut Latipun (2008 : 178) konseling kelompok (group counseling) merupakan salah satu bentuk konseling dengan memanfaatkan kelompok untuk membantu, memberi umpan balik (feedback) dan pengalaman belajar.
Sedangkan layanan konseling kelompok yang diungkapkan oleh Mugiarso, dkk (2009 : 69) merupakan layanan konseling yang diselenggarakan dalam suasana kelompok.
2.2 Kesalahpahaman Bimbingan dan Konseling di Sekolah
Kesalahpahaman tentang bimbingan dan konseling ini sering terjadi di sekolah-sekolah. Hal ini dapat terjadi karena literatur yang memberikan wawasan, pengertian, dan berbagai seluk beluk teori dan praktek bimbingan dan konseling yang dapat memperluas dan mengarahkan pemahaman masih kurang. Adapun beberapa kesalahpahaman dalam BK menurut Prayitno (1999 : 121) yaitu:
1. Bimbingan dan konseling disamakan saja dengan atau dipisahkan sama sekali dari pendidikan.
2. Konselor di sekolah dianggap sebagai polisi sekolah.
3. Bimbingan dan konseling dianggap semata-mata sebagai proses pemberian nasehat.
4. Bimbingan dan konseling dibatasi pada hanya menangani masalah yang bersifat insidental
5. Bimbingan dan konseling dibatasi hanya untuk klien-klien tertentu.
6. Bimbingan dan konseling melayani orang sakit dan/atau kurang normal.
7. Bimbingan dan konseling bekerja sendiri.
8. Konselor harus aktif, sedangkan pihak lain pasif.
9. Menganggap pekerjaan bimbingan dan konseling dapat dilakukan siapa saja.
10. Pelayanan bimbingan dan konseling berpusat pada keluhan pertama saja.
5
11. Menyamakan pekerjaan bimbingan dan konseling dengan pekerjaan dokter atau psikiater.
12. Menganggap hasil pekerjaan bimbingan dan konseling harus segera dilihat.
13. Menyamaratakan cara pemecahan masalah bagi semua klien.
14. Memusatkan usaha bimbingan dan konseling hanya pada penggunaan instrumentasi bimbingan dan konseling (misalnya tes, inventori, angket, dan alat pengungkap lainnya.)
Dari berbagai kesalahpahaman di atas yang paling biasa terjadi di sekolah yaitu konselor yang dianggap sebagai polisi sekolah. Polisi yang bertugas menjaga dan mempertahankan tata tertib, disiplin, dan keamanan sekolah serta menghukum semua yang bersalah, baik hukuman fisik maupun hukuman lainnya. Tanggapan inilah yang membuat siswa takut dan tidak mau dekat dengan konselor. Konselor di satu pihak di anggap sebagai “keranjang sampah”, yaitu tempat ditampungnya siswa-siswa yang rusak atau tidak beres, dilain pihak dianggap sebagai “manusia super” yang harus mengetahui dan dapat mengungkapkan hal-hal yang musykil yang melatarbelakangi suatu kejadian atau masalah.
Berdasarkan pandangan di atas, adalah wajar bila siswa tidak mau datang kepada konselor karena menganggap bahwa dengan datang kepada konselor berarti menunjukkan aib, ia mengalami ketidakberesan tertentu. Padahal di sekolah konselor haruslah menjadi teman dan kepercayaan siswa. Disamping petugas-petugas lainnya di sekolah, konselor hendaknya menjadi tempat curahan kepentingan siswa, pencurahan apa yang terasa di hati dan terpikirkan oleh siswa.
2.3 Beberapa Pendekatan Kelompok
Ada beberapa pendekatan-pendekatan kelompok di antaranya sebagai berikut:
1. Psikoterapi Kelompok
6
Psikoterapi kelompok merupakan bantuan yang diberikan oelh psikoterapis terhadap peserta didik untuk mengatasi disfungsi kepribadian dan interpersonalnya dengan menggunakan interaksi emosional dalam kelompok kecil. Psikoterapi ini memfokuskan pada ketidaksadaran dalam menangani peserta didik.
2. Konseling Kelompok
Konseling kelompok merupakan kelompok terapeutik yang dilaksanakan untuk membantu peserta didik mengatasi masalah yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari. Konseling kelompok umumnya ditekankan untuk proses remedial dan pencapaian fungsi-fungsi secara optimal.
3. Kelompok Latihan dan Pengembangan
Kelompok latihan dan pengembangan merupakan pendidikan kesehatan mental dan bukan kelompok terapeutik. Biasanya digunakan untuk melatih sekelompok orang yang berkeinginan untuk meningkatkan kemampuan dan ketrampilan tertentu.
4. Diskusi Kelompok Terfokus
Diskusi kelompok terfokus (fokus group discusition) merupakan kegiatan diskusi, tukar pikiran beberapa orang mengenai topik-topik khusus yang telah disepakati oleh anggota kelompok. Topik-topik yang dibicarakan menjadi bahan yang diminati dan disepakati oleh anggota kelompok.
5. Self-help
Self-help merupakan forum kelompok yang dijalankan oleh beberapa orang (sekitar 4-8 orang) yang mengalami masalah yang sama, dan mereka berkeinginan untuk saling tukar pikiran dan pengalaman sehubungan dengan cara mengatasi masalah yang dihadapi, dan cara mengembangkan potensinya secara optimal
7
2.4 Manfaat dan Keterbatasan Konseling Kelompok
Pendekatan konseling kelompok ini sangat banyak memberikan manfaat, diantaranya:
a. Membantu siswa memecahkan masalahnya.
b. Dengan interaksi sosial yang intensif dan dinamis selama berlangsungnya layanan konseling diharapkan tujuan-tujuan layanan (yang sejajar dengan kebutuhan-kebutuhan siswa anggota kelompok) dapat tercapai secara mantap.
c. Dapat merupakan wilayah penjajagan awal bagi siswa untuk memasuki layanan konseling perorangan.
d. Dinamika interaksi sosial yang secara intensif terjadi dalam suasana kelompok akan meningkatkan kemampuan berkomunikasi dan ketrampilan sosial pada umumnya, meningkatkan kemampuan pengendalian diri, tenggang rasa atau teposliro.
Selain dari manfaat yang dipetik dalam layanan konseling kelompok juga terdapat keterbatasan, yaitu:
a. Setiap siswa perlu berpengalaman konseling individual, baru bersedia memasuki konseling kelompok.
b. Konselor akan menghadapi masalah yang lebih kompleks pada konseling kelompok dan konselor secara spontan harus dapat memberi perhatian kepada anggota kelompok.
c. Kelompok dapat terhenti karena masalah “proses kelompok”. Waktu yang tersedia tidak mencukupi dan membutuhkan waktu yang lebih lama dan ini dapat menghambat perhatian terhadap anggota kelompok.
d. Kekurangan informasi individu yang mana yang lebih baik ditangani dengan konseling kelompok dan mana yang sebaiknya ditangani dengan konseling individual.
e. Seseorang sulit dipercaya kepada anggota kelompok, akhirnya perasaan, sikap, nilai, dan tingkah laku tidak dapat di”bawa” ke situasi kelompok.
8
2.5 Struktur Dalam Konseling Kelompok
Konseling kelompok memiliki struktur yang sama dengan terapi kelompok pada umumnya. Striktur yang dimaksud yaitu menyangkut orang yang terlibat dalam kelompok, jumlah orang yang menjadi partisipan, banyak waktu yang diperlukan, dan sifat kelompok.
1. Jumlah anggota kelompok
Konseling kelompok umumnya beranggota antara 4-12 orang. Bila anggota kelompok kurang dari 4, maka kurang efektif karena dinamika kelompok menjadi kurang hidup. Bila anggota kelompok lebih dari 12 orang akan terlalu berat dalam pengelolaan kelompok.
2. Homogenitas kelompok
Penentuan homogenitas keanggotaan ini disesuaikan dengan keperluan dan kemampuan konselor dalam mengelola konseling kelompok.
3. Sifat kelompok
Sifat kelompok dapat terbuka dan tertutup. Terbuka bila pada suatu saat dapat menerima anggota baru, dan dikatakan tertutup jika keanggotaannya tidak memungkinkan adanya anggota baru. Pertimbangan penggunaan keanggotaan terbuka dan tertutup bergantung pada keperluan.
4. Waktu pelaksanaan
Lama waktu penyelenggaraan konseling kelompok sangat bergantung pada kompleksitas permasalahan yang dihadapi kelompok. Secara umum konseling kelompok yang bersifat jangka pendek (short term group counseling) membutuhkan waktu pertemuan antara 8-20 pertemuan dengan frekuensi pertemuan antara satu sampai tiga kali dalam seminggunya, dan durasinya antara 60-90 menit tiap pertemuan.
2.6 Pedoman Melakukan Konseling Kelompok
Rabichow & Sklansky (1980) mengemukakan pedoman untuk melakukan konseling pada remaja (siswa) secara efektif:
9
a. Pertemuan pertama harus ditandai dengan ekspresi senang saat bertemu dengan remaja (siswa).
b. Karena kebanyakan remaja merasa tidak dipahami oleh orang dewasa, sasaran pertama haruslah membentuk hubungan yang dilandasi rasa percaya dengan cara mendengarkan, menunjukkan respek dan kehangatan, empatik dan jujur.
c. Sejak awal konselor harus dapat menyampaikan adanya harapan untuk tercapainya kepuasan dengan remaja.
d. Pertanyaan mengenai konseling harus dijawab secara langsung dan jujur. Harapan dari klien harus terbuka.
e. Jangan memberikan nasehat bila tidak diminta.
f. Penekanan pada pengembangan konsep diri.
g. Konfrontasi harus dilakukan secara positif, selalu memberi kesempatan kepada remaja untuk “menyelamatkan muka”
2.7 Materi Layanan Konseling Kelompok
Materi layanan konseling kelompok dalam bidang-bidang bimbingan meliputi:
1. Layanan konseling kelompok dalam bidang bidang bimbingan pribadi meliputi penyelenggaraan konselling kelompok yang membahas dan mengentaskan masalah pribadi siswa yaitu berkenaan dengan:
a) Kebiasaan dan sikap dalam beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
b) Pengenalan dan penerimaan perubahan, pertumbuhan dan perkembangan fisik dan psikis yang terjadi pada diri sendiri.
c) Pengenalan tentang kekuatan diri sendiri, bakat dan minat serta penyaluran dan pengembangannya.
d) Pengenalan tentang kelemahan diri sendiri dan upaya penanggulangannya.
e) Kemampuan mengambil keputusan dan pengarahan diri sendiri
f) Perencanaan dan penyelenggaraan hidup sehat.
10
2. Layanan konseling kelompok dalam bidang bimbingan sosial meliputi penyelenggaraan konseling kelompok yang membahas dan mengentaskan masalah sosial siswa yaitu berkenaan dengan:
a) Kemampuan berkomunikasi serta menerima dan menyampaikan pendapat secara logis, efektif dan produktif.
b) Kemampuan bertingkah laku dan berhubungan sosial (di rumah, sekolah, dan masyarakat dengan menjunjung tinggi tata krama, norma dan nilai-nilai agama, adat-istiadat dan kebiasaan yang berlaku).
c) Hubungan dengan teman sebaya (di rumah, sekolah, dan masyarakat)
d) Pemahaman dan pelaksanaan disiplin dan peraturan sekolah.
e) Pengenalan dan pengamalan pola hidup sederhana yang sehat dan bergotong-royong.
3. Layanan konseling kelompok dalam bidang bimbingan belajar meliputi penyelenggaraan konseling kelompok yang membahas dan mengentaskan masalah belajar siswa yaitu berkenaan dengan:
a) Motivasi dan tujuan belajar dan latihan
b) Sikap dan kebiasaan
c) Kegiatan disiplin belajar serta berlatih secara efektif efisien dan produktif.
d) Penguasaan materi pelajaran dan latihan/ketrampilan.
e) Ketrampilan teknis belajar.
f) Pengenalan dan pemanfaatan kondisi fisik, sosial, dan budaya disekolah dan di lingkungan sekitar.
g) Orientasi belajar di perguruan tinggi.
4. Layanan konseling kelompok dalam bimbingan karir meliputi penyelenggaraan konseling kelompok yang membahas dan mengentaskan masalah karir siswa yaitu berkenaan dengan:
a) Pilihan dan latihan ketrampilan
11
b) Orientasi dan informasi pekerjaan/karir, dunia kerja dan upaya memperoleh penghasilan.
c) Orientasi dan informasi lembaga-lembaga ketrampilan sesuai dengan pilihan pekerjaan dan arah pengembangan karir.
d) Pilihan orientasi dan informasi perguruan tinggi sesuai dengan arah pengembangan karir.
2.8 Tahapan Konseling
Konseling kelompok dilaksanakan secara bertahap yaitu tahap pembentukan kelompok, tahap permulaan, tahap transisi, tahap kerja, tahap akhir, serta tahap evaluasi dan tindak lanjut.
1. Tahap pembentukan kelompok
Tahap ini merupakan tahap persiapan pelaksanaan konseling kelompok. Pada tahap ini terutama pembentukan kelompok dilakukan dengan seleksi anggota dan menawarkan program kepada calon anggota peserta konseling sekaligus membangun harapan kepada calon peserta.
Adapun ketentuan yang mendasari penyelenggaraan konseling jenis ini adalah:
a. Adanya minat bersama (common interest).
b. Suka rela atau atas inisiatif sendiri.
c. Adanya kemauan untuk berpartisipasi di dalam proses kelompok
d. Mampu untuk berpartisipasi di dalam proses kelompok.
2. Tahap permulaan (orientasi dan eksplorasi)
Pada tahap ini mulai menentukan struktur kelompok, mengeksplorasi harapan anggota, anggota mulai belajar fungsi kelompok, sekaligus mulai menegaskan tujuan kelompok. Secara sistematis pada tahap ini langkah yang dilakukan adalah perkenalan, agenda (tujuan yang ingin dicapai) norma kelompok, dan penggalian ide dan perasaan. Jadi tahap permulaan ini anggota memulai menjalin hubungan sesama anggota kelompok.
12
3. Tahap transisi
Pada tahap ini diharapkan masalah yang dihadapi masing-masing klien durumuskan dan diketahui apa sebab-sebaaabnya. Anggota mulai terbuka, tetapi sering terjadi pada fase ini justru terjadi kecemasan, resistensi, konflik, dan bahkan ambivalensi tentang keanggotaannya dalam kelompok, atau enggan jika harus membuka diri. Tugas pemimpin kelompok adalah mempersiapkan mereka bekerja untuk dapat merasa memiliki kelompoknya.
4. Tahap kerja
Jika masalah yang dihadapi oleh masing-masing anggota kelompok diketahui, langkah berikutnya adalah menyusun rencana-rencana tindakan. Penyusunan tindakan ini disebut pula produktivitas (productivity). Kegiatan konseling kelompok terjadi yang ditandai dengan: membuka diri lebih besar, menghilangkan defensifnya, terjadinya konfrontasi antar anggota kelompok, modeling, belajar perilaku baru, terjadi transferensi. Kohesivitas terbentuk, mulai belajar bertanggung jawab, tidak lagi mengalami kebingungan. Anggota merasa berada dalam kelompok, mendengar yang lain dan terpuaskan dengan kegiatan kelompok.
5. Tahap akhir
Anggota kelompok mulai mencoba melakukan perubahan-perubahan tingkah laku dalam kelompok. Setiap anggota kelompok memberi umpan balik terhadap yang dilakukan oleh anggota yang lain. Umpan balik ini sangat berguna untuk perbaikan (jika diperlukan) dan dilanjutkan atau diterapkan dalam kehidupan anggota kelompok jika dipandang telah memadai. Terjadi mentransfer pengalaman dalam kelompok dalam kehidupan yang lebih luas. Jika ada anggota kelompok yang memiliki masalah dan belum terselesaikan. Jika semua peserta merasa puas dengan proses konseling kelompok, maka konseling kelompok dapat diakhiri.
13
6. Tahap evaluasi dan tindak lanjut
Setelah berselang beberapa waktu, konseling kelompok perlu dievaluasi. Tidak lanjut dilakukan ternyata ada kendala-kendala dalam pelaksanaan di lapangan. Mungkin diperlukan upaya perbaikan terhadap rencana-renana semula, atau perbaikan terhadap cara pelaksanaannya.
2.9 Faktor Kuratif
Untuk mencapai maksud dan tujuan konseling, ada elemen yang harus diciptakan dan terjadi selama proses konseling. Elemen tersebut oleh Yalom dalam Latipun (2008) disebut sebagai faktor kuratif. Faktor-faktor kuratif ini terdiri dari:
1. Membina harapan
Membina harapan berarti anggota kelompok merasa optimis terhadap kemajuaanya, atau berpotensial untuk lebih baik melalui konseling kelompok.
2. Universalitas
Universalitas bermakna anggota kelompok mengerti bahwa masalah yang dialami tidak sendirian.
3. Pemberian informasi
Klien (siswa) mendapatkan informasi dan bimbingan dari konselor anggota kelompok lainnya tentang pemecahan masalahnya atau hal-hal lain yang bermakna bagi kebaikan dirinya.
4. Altruisme
Bersamaan dengan keadaannya yang lebih baik dan merasa banyak belajar dari kegiatan konseling kelompok, terus membantu anggota lain mengatasi masalahnya. Oleh karena itu, dia juga mendorong, memberikan komentar dan berpendapat atau memberi nasihat kepada anggota yang lainnya. Merasa dibutuhkan dan dapat diminta bantuan dan menyadari bahwa dirinya dapat mendukung keperluan anggota lainnya.
14
5. Pengulangan korektif keluarga primer
Klien (siswa) menganggap konselor dan ko-konselor sebagai orang tua dan anggota kelompok yang lain sebagai saudara. Klien (siswa) berusaha memperoleh perhatian khusus seperti anak kecil dari konselor dan anggota kelompok lainnya, dan dia belajar mencoba perilaku baru dalam berhubungan dengan orang lain.
6. Pengembangan teknik sosialisasi
Klien (siswa) belajar berhubungan dengan orang lain, termasuk belajar memperoleh umpoan balik dari anggota lain untuk perbaikan dirinya. Sekaligus dia belajar menyelesaikan konflik-konflik, mau mengerti dan memahami orang lain, serta menciptakan rasa tenggang rasa dengan anggota kelompok.
7. Peniruan tingkah laku
Klien (siswa) mengalami sesuatu yang bermakna tentang dirinya melaui observasi terhadap anggota yang lain termasuk konselor. Mengidentifikasi sejumlah tingkah laku baik pada konselor maupun anggota lainnya untuk dicontoh.
8. Belajar menjalin hubungan interpersonal
Klien (siswa) mencoba sesuatu yang baru yaitu dengan cara memulai berperilaku positif dalam berhubungan dengan anggota kelompok, yang dilakukan dengan beberapa hal, diantaranya: mengekspresikan dirinya kepada anggota yang lain untuk menjelaskan hubungan dirinya dengan mereka, atau membuat eksplisit usaha-usaha dalam menjalin hubungan dengan anggota yang lainnya.
9. Kohesivitas kelompok
Klien (siswa) merasa memiliki dan diterima oleh anggota kelompok, secara terus-menerus menjalin kontak dengan anggota kelompok, merasa tidak nyaman jika sendirian. Anggota kelompok akan berusaha untuk berinteraksi, memberi umpan balik, dan membina hubungan dengan anggota lain.
15
10. Katarsis
Klien (siswa) melepaskan perasaannya yang positif maupun yang negatif kepada anggota kelompok lain, yang menyangkut perasaan masa lalunya atau saat ini, mengekspresikan perasaan seperti marah, cintanya, dan kesedihannya, yang mungkin sebelumnya kesulitan atau tidak memungkinkan diungkapkan.
11. Faktor-faktor eksistensial
Klien (siswa) menyadari tentang eksistensi hidup, ada hidup sekaligus kematian, ada dan perlu tanggung jawab, mengurusi hal-hal yang sepele tetapi bermakna bagi kehidupannya, dan kesemuanya itu didiskusikan dengan anggota kelompok yang lain sehingga diperoleh makna hidup.
2.10 Peran Konselor, Ko-Konselor, Dan Klien
2.11.1 Peran konselor
Peran konselor dalam konseling kelompok berperan sebagai pemimpin kelompok. Tugas konselor dalam pemimpin kelompok adalah melakukan pemeliharaan, pemrosesan, penyaluran, dan arahan.
Peran pemeliharaan (providing), berarti konselor berperan sebagai pemelihara hubungan dan ikllim, yang dilakukan sesuai dengan ketrampilannya dalam memberikan: dorongan, semangat, perlindungan, kehangatan, penerimaan, ketulusan, dan perhatian.
Peran pemrosesan (processing), berarti konselor sebagai pihak yang memberi penjelasan makna proses, yang dilakukan sesuai dengan ketrampilannya dalam memberikan eksplanasi, klarifikasi, interpretasi, dan memberikan kerangka kerja untuk perubahan atau mewujudkan perasaan dan pengalamannya ke dalam gagasannya.
Peran penyaluran (catalyzing) adalah peran konselor sebagai pihak mendorong interaksi dan mengekspresikan emosi
16
melalui ketrampilannya dalam menggali perasaan, manantang, mengkonfrontasi, menggunakan program kegiatan seperti pengalaman terstruktur, dan pemberian model.
Peran pengarahan (directing) adalah peran konselor dalam hal mengarahkan proses konseling dengan ketrampilannya dalam membatasi topic, peran, norma, dan tujuan, pengaturan waktu, langkah, menghentikan proses, menengahi, dan menegaskan prosedur.
2.11.2 Peran Ko-Konselor
Ko-konselor adalah orang yang membantu konselor menjalankan perannya sebagai pimpinan kelompok. Adapun peran ko-konselor lainnya, di antaranya sebagai berikut:
1. Membantu konselor mengamati dan mencatat dinamika yang terjadi di kelompok, sehingga lebih dimengerti keadaan kelompok dan anggota-anggotanya.
2. Sebagai model interaksiyang sehat, termasuk model dalam memberikan tanggapan, kritik, atau pengungkapan diri secara tepat.
3. Membantu memperjelas pertanyaanyang dikemukakan oleh konselor.
4. Sebagai model bagi klien (siswa), terutama dalam hal penolakan atau ketidaksetujuannya terhadap perilaku dedustruktif.
Dalam penentuan ko-konselor perlu mempertimbangkan jenis kelamin, pengalaman, dan sikap keterbukaannya. Memilih ko-konselor dari jenis kelamin yang berlawanan dapat mendekatkan suasana konseling kelompok dengan situasi di keluarga.
Pertimbangan pengalaman mempunyai maksud bahwa ko-konselor lebih yunior dibandingkan dengan konselor. Dengan adanya tingkat pengalaman yang berbeda konselor dan ko-
17
konselor, proses konseling dapat lebih baik, karena ko-konselor akan mengikuti mekanisme yang dijalankan konselor.
2.11.3 Peran klien
peran klien (siswa) dalam konseling kelompok, yaitu:
1. Membantu terbinanya suasana keakraban dalam hubungan antar anggota kelompok.
2. Mencurahkan segenap perasaan dalam melibatkan diri dalam kegiatan kelompok.
3. Berusaha agar apa yang dilakukannya itu membantu tercapainya tujuan bersama.
4. Membantu tersusunnya aturan kelompok dan berusaha mematuhinya.
5. Berusaha secara aktif ikut serta dalam seluruh kegiatan kelompok.
6. Berkomunikasi secara terbuka.
7. Berusaha membantu anggota lain.
8. Memberi kesempatan kepada anggota lain untuk menjalankan perannya.
9. Menyadari pentingnya kegiatan kelompok.
2.11 Proses Kelompok dan Perilaku Anggota
Proses kelompok dimaksudkan sebagai gambaran tentang interaksi yang terjadi dan teramati di antara anggota dalam aktivitas konseling kelompok. Biasanya dalam proses kelompok secara bertahap akan terjadi kohesivitasnya, partisipasi, interaksi interpersonal di antara anggota. Dalam konseling kelompok proses-proses tersebut terjadi jika terbentuk saling percaya diantara mereka berkat iklim yang dibangun oleh konselor.
Proses kelompok dapat juga menimbulkan “kejadian-kejadian” interaksional yang tidak diharapkan di antara anggota kelompok, diantaranya sebagai berikut:
18
1. Konflik. Pertentangan antar anggota kelompok dapat terjadi jika ada anggota kelompok yang tidak menerima kritik dan umpan balik dari anggota lain.
2. Kecemasan. Anggota yang memiliki perasaan rendah diri merasa cemas jka harus menyatakan diri secara terbuka di depan anggota lain.
3. Penarikan diri. Sebagian anggota merasa kurang berguna mengikuti konseling kelompok.
4. Tranferensi. Anggota kelompok melimpahkan pengalaman-pengalaman masa lalunya kepada konselor atau kepada anggota kelompok lain.
5. Dominasi. Sebagian anggota kelompok dapat menguasai pembicaraan sementara lainnya tidak diberikan kesempatan untuk berbicara atau memberikan umpan balik.
Untuk mengantisipasi terjadinya hal tersebut konselor berupaya untuk membuat dinamika kelompok berjalan, mengatur pembicaraan, mencegah terjadinya pertentangan antar anggota, dan berusaha agar meningkatkan saling pengertian satu dengan lainnya.
2.12 Interaksi Dalam Kelompok
Interaksi dalam kelompok sangat beragam polanya. Interaksi dapat terjadi seorang memberi perhatian kepada anggota kelompok, seorang anggota memberi perhatian kepada seorang anggota kelompok lain.
Dalam konseling kelompok yang dikembangkan adalah dinamika di mana konselor memberi perhatian kepada semua anggota kelompoknya, demikian pula setiap anggota kelompok (klien) saling memberi perhatian satu sama lain. Dengan demikian pola hubungan yang diciptakan adalah hubungan yang setara sesama klien (anggota kelompok) dan konselor membantu dalam mengelola dinamika kelompok.
19

BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kekurangtahuan siswa terhadap layanan bimbingan dan konseling disekolah, menyebabkan terjadinya kesalahpahaman. Misalnya BK hanya dianggap polisi sekolah. Kesalahpahaman itu menyebabkan siswa tidak dekat dengan guru BK. Ketidakdekatan itu membuat siswa yang mempunyai masalah merasa malu dan takut untuk menceritakan masalahnya kepada guru BK seorang diri. Oleh karena itu dengan pengenalan layanan konseling kelompok diharapkan dapat mengurangi rasa malu dan takut itu dapat dihilangkan.
Layanan konseling kelompok juga memberikan banyak manfaat. Dinamika interaksi sosial yang intensif terjadi dalam suasana kelompok akan meningkatkan kemampuan berkomunikasi dan ketrampilan sosial pada umumnya, meningkatkan kemampuan pengendalian diri, tenggang rasa, serta layanan konseling kelompok dapat merupakan wilayah penjajagan awal bagi siswa untuk memasuki layanan konseling perorangan.
3.2 Saran
Membuat siwa mengungkapkan permasalahannya merupakan bukan sesuatu yang mudah. Untuk itu seorang konselor hendaknya lebih memahami karakteristik dan kebutuhan siswanya.
20


DAFTAR PUSTAKA
Latipun. 2008. Psikologi Konseling. Malang: UMM Press.
Lesmana, Jeanette Murad. 2005. Dasar-Dasar Konseling. Jakarta. UI Press.
Mugiarso, Heru, dkk. 2009. Bimbingan dan Konseling. Semarang. UNNES Press.
Prayitno dan Amti, Erman. 1999. Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling. Jakarta: PT. Rineka Cipta
Rabichow, H. & Sklansky, M. 1980. Effective Counseling of Adolescents. Chicago: Follett.