PERMASALAHAN
BK
PAPER
Disusun guna memenuhi tugas individu
Mata kuliah
Survey Permasalahan BK
Dosen Pengampu Dra. Maria Theresia Sri Hartati
Prof.
Dr. DYP. Sugiharto, M.Pd
oleh
Mugi Lestari
1301409019
JURUSAN
BIMBINGAN DAN KONSELING
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2011
PERMASALAHAN
BK
A. Hakekat Permasalahan BK
Pada
hakekatnya masalah secara umum menunjuk
pada adanya kesenjangan antara keadaan sekaran (pencapaian) dengan tujuan.
Dalam penelitian mengacu pada fokus yang dipandang belum selesai dalam tataran
teoritik dan praktik atau lebih seringnya dikatakan bahwa adanya kesenjanan
antara teori dan praktik (kenyataan) dan memerlukan penyelesaisan (Sugiharto
& Mulawarman, 2007: 8).
Hakekat
masalah jika dikaitkan dengan konseling menurut Mappiare dalam Sugiharto &
Mulawarman (2007: 8) masalah adalah kesenjangan antara kondisi sekarang
individu dengan apa yang diharapkan individu atau lingkungannya dan di dalamnya
terdapat hambatan untuk mencapai tujuan.
Masalah adalah hasil dari
kesadaran bahwa kondisi yg sekarang terjadi belumlah sempurna dan keyakinan
bahwa masa depan bisa dibuat jadi lebih baik (Purwanto, 2010).
Dari
beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa permasalahan BK merupakan
kesenjangan antara kondisi dalam tataran teoritik BK dengan praktik BK di
lapangan yang memerlukan adanya penyelesaian.
B. Isu-Isu yang Timbul di Lapangan
Adapun isu-isu atau
problematika BK di lapangan , yaitu:
1.
Menurut Setyafi dkk (2008) yaitu permasalahan BK di sekolah dalam
tinjauan teori strukturasi
Struktur dapat berupa
nilai, ide atau gagasan yang dimiliki oleh individu. Permasalahan yang paling
tampak dalam sistem BK di sekolah adalah perbedaan nilai antara kepala sekolah
dan konselor dalam mengartikan fungsi dan peran konselor di sekolah. Saat ini
masih banyak kepala sekolah yang belum mengetahui dan memahami fungsi dan peran
konselor sebagaimana mestinya. Sebagian diantara mereka mengira bahwa tugas
konselor berkenaan dengan mengatasi semua siswa yang bermasalah termasuk
sebagai petugas tata tertib, sehingga kepala sekolah menugaskan konselor
sebagai petugas tata tertib, termasuk memberikan hukuman atau sanksi kepada siswa
yang melanggar tata tertib. Nilai yang menganggap bahwa konselor adalah petugas
tata tertib dan menangani siswa yang bermasalah tersebut tentu saja berbeda
dengan nilai yang dimiliki konselor. Dimana tugas dan fungsi konselor
sebenarnya adalah fasilitator yang membantu siswa untuk berkembang secara
optimal dan membantu siswa mengatasi masalah-masalah yang berkaitan dengan
tugas-tugas perkembangannya, konselor bukanlah petugas tata tertib yang
menghukum siswa. Perbedaan nilai inilah yang menghambat konselor berperan
sesuai dengan fungsi dan tugas yang sebenarnya di sekolah. Bahkan konselor
diberikan tugas yang berlawanan dengan fungsi dan peran yang sebenarnya.
2. Problematika BK di
sekolah dalam http://konselor.blog.uns.ac.id/2010/10/19/contoh-problema-bk-di-sekolah-beserta-latar-belakang-dan-upaya-perbaikannya/, yaitu:
a.
Bimbingan dan konseling disamakan saja dengan atau
dipisahkan sama sekali dari pendidikan.
Latar belakang: Ada dua pendapat yang berbeda kaitannya
dengan pelaksanaan bimbingan dan konseling.
·
Bahwa
bimbingan dan konseling sama saja dengan pendidikan. Jadi dengan sendirinya
sudah termasuk ke dalam usaha sekolah yang menyelenggararakan pendidikan.
Sekolah tidak perlu bersusah payah menyelenggarakan bimbingan dan konseling
secara mantap dan mandiri. Pendapat ini cenderung mengutamakan pengajaran dan
mengabaikan aspek-aspek lain dari pendidikan dan sama sekali tidak melihat
pentingnya bimbingan dan konseling.
·
Bimbingan
dan konseling harus benar-benar dilaksanakan secara khusus oleh tenaga ahli
dengan perlengkapan yang benar-benar memenuhi syarat. Pelayanan ini harus
secara nyata dibedakan dari praktek pendidikan sehari-hari.
b.
Konselor di
sekolah dianggap sebagai polisi sekolah
Latar
belakang: masih
banyak anggapan bahwa peranan konselor di sekolah adalah sebagai polisi sekolah
yang harus menjaga dan mempertahankan tata tertib, disiplin, dan keamanan
sekolah. Anggapan ini mengatakan ”barangsiapa diantara siswa-siswa melanggar
peraturan dan disiplin sekolah harus berurusan dengan konselor”.
c.
Bimbingan dan
konseling dianggap semata-mata sebagai proses pemberian nasehat
Latar
belakang: pelayanan bimbingan dan konseling menyangkut seluruh
kepentingan klien dalam rangka pengembangan pribadi klien secara optimal.
Disamping memerlukan pemberian nasehat, pada umumnya klien sesuai dengan
problem yang dialaminya, memerlukan pula pelayanan lain seperti pembrian
informasi, penempatan dan penyaluran, konseling, bimbingan belajar, pengalih
tangan kepada petugas yang lebih ahli dan berwenang, layanan kepada orang tua
siswa dan masayarakat, dan sebagainya.
d.
Bimbingan dan
konseling di anggap hanya melayani “orang sakit” dan/atau “kurang normal”
Latar
belakang: ada asumsi bahwa bimbingan konseling hanya melayani
orang-orang normal yang mengalami masalah tertentu.
e.
Bimbingan dan
konseling dibatasi hanya untuk klien-kliean tertentu saja.
Latar
belakang:yang melatarbelakangi problema tersebut adalah bahwa
biasanya yang datang di ruang BK adalah anak-anak yang diapnggil kerena
bermasalah.
f.
Bimbingan dan
konseling bekerja sendiri
Latar
belakang:pandangan guru-guru mata pelajaran yang kurang paham
pada prinsip BK Perkembangan bahwa guru BK dan guru mata pelajaran merupakan
fungsionaris bersama dalam membantu siswa menyelesaikan masalahnya.
g.
Konselor harus
aktif, sedangkan pihak lain pasif
Latar
belakang: latar belakang problema tersebut karena para
konselor di sekolah dalam prakteknya lebih memberikan nasehat-nasehat kepada
siswanya karena konselor kurang memahami potensi yang dimiliki siswa.
h.
Bimbingan dan
konseling berpusat pada keluhan pertama saja
Latar
belakang: pada umumnya usaha pemberian bantuan memang diawali
dengan melihat gejala-gejala dan atau keluhan awal yang disampaikan oleh klien.
Namun demikian, jika pembahasan masalah itu dilanjutkan, didalami, dan
dikembangkan, seringkali ternyata bahwa masalah yang sebenarnya lebih jauh,
lebih luas dan lebih pelik apa yang sekedar tampak atau disampaikan itu. Bahkan
kadang– kadang masalah yang sebenarnya, sama sekali lain daripada yang tampak
atau dikemukakan itu.
3.
Problematika
BK di sekolah terkait dengan sekolah-sekolah tidak memiliki
paradigma yang tunggal terhadap BK dalam http://dc340.4shared.com/doc/PlMjCDLp/preview.html.
Berikut pembagian sekolah terkait dengan permasalahan BK:
a.
sekolah yang sadar akan kedudukan BK
dalam pembentukan pribadi siswa, tetapi tidak didukung oleh materi, tenaga dan
yayasan (swasta) atau pemerintah (negeri). Keberadaan BK di sekolah ini antara
ada dan tiada, hidup segan mati tak mau. Di sekolah kategori ini semua konsep
ke BK-an hanya tinggal dalam angan-angan. Untuk membangun manajemen BK di
sekolah ini butuh tenaga ekstra.
b.
Sekolah yang masih menerapkan manajemen
BK jadul. Guru BK masih dianggap sebagai polisi sekolah, hanya
menangani orang yang bermasalah. Sekolah ini cenderung tidak terbuka terhadap
perkembangan ilmu BK dan tidak melihat fungsi BK dalam pembentukan pribadi
siswa. Guru BK masih ditempatkan sebagai pelengkap dalam proses pendidikan
anak, bukan sebagai rekan tenaga pengajar. Bahkan ironisnya, yang menjadi guru
BK bukan lulusan Bimbingan dan Konseling. Sekolah ini anti perubahan.
c.
Sekolah yang belum memiliki manajemen
BK. Penyembanya, bisa karena belum ada tenaga, atau tidak ada yang tahu
sehingga tidak ada yang memulau, atau bisa juga karena masalah financial, atau
menganggap tidak perlu. Biasanya sekolah kategori ini terdapat di kecamatan
atau sekolah anak tidak mampu.
4. Problematika yang berikut ini menurut
pengakuan dari Galih (Mahasiswa BK angkatan 2008) yang sedang PPL di sekolah
Taruna Nusantara, bahwa terjadi kesalahpahaman terhadap layanan-layanan BK,
seperti:
a.
Layanan
konseling individu yang di anggap sebagai layanan konsultasi
b.
Layanan
bimbingan kelompok yang di anggap sebagai forum.
DAFTAR
PUSTAKA
Sugiharto,
DYP & Mulawarman. 2007. Psikologi
Konseling. FIP. UNNES
Purwanto,
Herli. 2010. Pengertian Masalah,
Ciri-Ciri Masalah dan Masalah yang dapat di angkat dalam Studi Kasus. Paper
Universitas Negeri Semarang.
http://konselor.blog.uns.ac.id/2010/10/19/contoh-problema-bk-di-sekolah-beserta-latar-belakang-dan-upaya-perbaikannya/.
Diunduh tanggal 26 September 2011.
http://dc340.4shared.com/doc/PlMjCDLp/preview.html.
Diunduh tanggal 26 September
2011.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar